Pejabat senior junta militer Myanmar baru-baru ini diklaim bertemu dengan dua kelompok milisi dari Wa dan Shan yang dikenal sebagai etnis terkuat di Myanmar untuk mempererat hubungan dengan mereka.
Menurut media online Myanmar, The Irrawady, Komite Perdamaian Militer pergi ke Matmanseng dan Wan Hai di negara bagian Shan utara pada tanggal 7-8 April 2021.
Mereka bertemu dengan pejabat dari United Wa State Army (UWSA) dan Shan State Progressive Party (SSPP), dan Shan State Army (SSA). Pertemuan itu dipimpin oleh Letnan Jendral Yar Pyae dan Letnan Jendral Aung Zaw Aye.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun kunjungan tersebut secara resmi diinformasikan untuk mengadakan diskusi perdamaian, namun pertemuan itu disebut-sebut bermotif politis untuk mendapat dukungan.
The Irrawaddy telah mengetahui bahwa anggota komite mendorong pejabat dari dua kelompok bersenjata terkuat untuk menjaga hubungan baik dengan militer dan menjelaskan kepada mereka alasan di balik kudeta pada 1 Februari lalu.
Dari 18 kelompok etnis bersenjata di Myanmar, UWSA adalah yang paling kuat. UWSA sendiri diketahui telah menandatangani gencatan senjata dengan pemerintah pada tahun 1989.
Sementara itu 10 dari 18 etnis bersenjata Myanmar telah menandatangani perjanjian gencatan senjata nasional dengan pemerintah dan telah mengecam kudeta militer.
Juru Bicara UWSA, U Nyi Rang mengatakan dia tidak ikut berpartisipasi dalam pertemuan tersebut dan tidak dapat memberikan rincian tentang pertemuan tersebut.
"Setahu saya, mereka menjelaskan mengapa kudeta terjadi," katanya.
Utusan PBB untuk Myanmar akan mulai perjalanan tur dinas ke Asia dalam beberapa hari ke depan, namun ia belum diberi izin masuk negara yang sedang kisruh itu oleh pihak militer yang mengkudeta pemerintahan.
Juru Bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, Christine Schraner Burgener akan mulai perjalanannya di Thailand dan juga mengunjungi China.
Dujarric mengatakan junta militer di Myanmar belum juga memberikan Burgener "lampu hijau" untuk mengunjungi negara yang sedang kacau tersebut.
"Dia [Burgener], tentu, siap untuk melanjutkan dialog dengan militer untuk berkontribusi pada kembalinya jalur demokrasi, perdamaian, dan stabilitas Myanmar," kata Dujarric.
Ia mengatakan Burgener terus melakukan kontak tertulis dengan para jenderal Myanmar. Namun ia mengatakan belum ada percakapan telepon selama berminggu-minggu.
Dujarric menyebut, tujuan dari proses ini adalah melanjutkan diskusi "tatap muka".
"Dia [Burgener] siap mengunjungi Myanmar kapan pun," kata Dujarric yang juga menyinggung dengan dukungan dari Dewan Keamanan, Burgener ingin bertemu dengan para pemimpin sipil yang ditahan, termasuk Presiden Wint Myint dan Aung San Suu Kyi.
Dujarric menyebut utusan PBB itu akan memulai tur di Bangkok dan bertemu dengan pemerintah Thailand, pejabat PBB di wilayah itu, dan duta besar terakreditasi untuk Myanmar.
Ia juga menyebut diskusi sedang berlangsung untuk kunjungan ke negara-negara anggota ASEAN.
(dis/bac)