Geliat Buletin Bawah Tanah Melawan Kekangan Junta Myanmar

CNN Indonesia
Senin, 12 Apr 2021 14:37 WIB
Para pemuda Myanmar membuat buletin bawah tanah untuk memberikan informasi di tengah pemadaman internet oleh junta militer.
Ilustrasi pedemo anti-kudeta di Myanmar. (AP/STR)
Jakarta, CNN Indonesia --

Muda-mudi di Myanmar punya cara tersendiri untuk melawan pemadaman internet dan pembatasan arus informasi yang dilakukan junta militer.

Mereka menyebarkan informasi kepada sesama aktivis dan masyarakat dengan mencetak buletin yang didistribusikan ke seluruh komunitas secara bawah tanah.

Seorang pemuda yang ikut terlibat dalam hal itu, Lynn Thant (bukan nama sebenarnya), membuat buletin bawah tanah dengan nama "Molotov". Nama itu dipilih untuk menarik kaum muda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini adalah reaksi kami terhadap mereka yang memperlambat arus informasi, dan itu merupakan ancaman bagi kami," katanya kepada AFP.

Ribuan pembaca buletin di seluruh Myanmar mengunduh versi digital buletin itu, lalu mencetak serta mendistribusikan salinan fisik ke Yangon, Mandalay dan daerah lainnya.

"Jika kita menulis literatur revolusioner dan menyebarkan seperti ini, kita bisa berakhir di penjara selama bertahun-tahun," kata Thant yang mengenakan topeng Guy Fawkes yang dipopulerkan dalam film V for Vendetta untuk menyembunyikan wajahnya.

Lynn Thant sudah paham betul risiko yang akan terjadi jika dia tertangkap aparat keamanan.

"Bahkan jika salah satu dari kita ditangkap, ada anak muda yang akan terus memproduksi buletin Molotov. Bahkan jika salah satu dari kita terbunuh, orang lain akan muncul ketika seseorang jatuh. Buletin Molotov ini akan terus ada hingga revolusi berhasil," sambung Thant.

Dia mengatakan sejauh ini Buletin Molotov telah menjangkau lebih dari 30 ribu orang di Facebook dan utamanya para aktivis Generasi Z atau milenial.

Infografis Mereka yang Menentang Kudeta Myanmar(CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

Menurut Netblocks, sejak kudeta pada 1 Februari lalu, pemadaman Internet di Myanmar sudah berlangsung selama 56 hari berturut-turut.

Gerakan bawah tanah di Myanmar memiliki sejarah panjang menghindari penindasan junta. Selama 49 tahun Myanmar hidup di bawah kekuasaan militer, hingga pada 2011 mulai mencoba beralih ke demokrasi.

Menurut laporan kelompok pemantau ASEAN, media independen di negara itu sangat terancam. Sampai saat ini sudah 64 jurnalis ditangkap dan 33 masih ditahan sejak kudeta.

Junta juga mencabut izin lima media massa setempat yang dinilai terlampau rajin mengulas soal demonstrasi.

Sejauh ini, berdasarkan catatan Lembaga Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sebanyak 3.059 orang ditahan oleh junta militer.

Sekitar 200 selebriti terkenal termasuk aktor, penyanyi, dan influencer media sosial juga berada dalam daftar buronan.

Myanmar terjerumus ke dalam gejolak politik sejak pemimpin yang terpilih secara demokratis, Aung San Suu Kyi, digulingkan dalam kudeta.

Penduduk bereaksi dan menggelar demo. Hal itu mengakibatkan junta militer bertindak keras dan sampai saat ini sudah merenggut nyawa lebih dari 700 warga sipil.

(isa/ayp)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER