Tonggak kejayaan Kekaisaran atau Dinasti Turki Usmani (Ottoman) ditandai dengan keberhasilan merebut Konstantinopel (kini Istanbul) dari kekuasaan Kekaisaran Byzantium atau Romawi Timur.
Setelah kekaisaran itu didirikan oleh Erthugrul, Usman I dan Sulaiman, selanjutnya di tangan Sultan Murad II dan Sultan Muhammad al-Fatih (Mehmed II), kekuatan dinasti itu menjadi lebih besar dan disegani.
Dikutip dari Encyclopedia Britanica, selama masa pemerintahannya, Murad II disibukkan dengan pemberontakan bangsawan Kristen di Balkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 1422-1423, Murad II mengepung dan mencoba merebut Konstantinopel. Namun, niatnya urung dilanjutkan karena harus menghadapi pemberontakan yang semakin sengit.
Murad II tutup usia ketika memimpin pasukan ke Albania saat mengepung Kastil Kruje untuk menghadapi pemberontakan para bangsawan Kristen. Posisinya digantikan oleh Mehmed II.
Mehmed II lantas mencoba melanjutkan ambisi sang ayah untuk merebut Konstantinopel. Menurut perhitungannya saat itu, Kekaisaran Usmani di Eropa tidak akan dipandang jika belum bisa menguasai kota yang menjadi pusat pemerintahan dan budaya Kekaisaran Byzantium itu.
Selain itu, Konstantinopel sangat istimewa karena letaknya yang strategis menghubungkan Eropa dan Asia. Menurut Agustinus Wibowo dalam buku Garis Batas: Perjalanan di Negeri-negeri Asia Tengah, kelak lokasi ini menjadi titik penting dalam rangkaian Jalur Sutera, rute perdagangan yang menghubungkan India, China, Timur Tengah, dengan Eropa.
Kekaisaran Byzantium yang mulanya menganut Kristen Ortodoks dan beralih menjadi Katolik menguasai Konstantinopel selama lebih dari 14 abad. Selama itu pula mereka berhasil mempertahankan kota itu dari serbuan bangsa lain.
Ambisi Mehmed II yang hendak merebut Konstantinopel sempat ditentang para petinggi Kekaisaran Usmani karena khawatir bisa mengarah kepada kondisi mirip Perang Salib baru. Namun, Mehmed II dan pasukannya terus mematangkan rencana peperangan.
Demi memuluskan rencana merebut Konstantinopel, Mehmed II membangun Benteng Rumeli di sisi Eropa selat Bosporus. Pasukannya kemudian mengepung Konstantinopel dari 6 April sampai 29 Mei 1453.
Kaisar Byzantium, Konstantin XI, memerintahkan 7.000 prajurit mempertahankan mati-matian kota itu.
Menurut Marios Philippides dan Walter K. Hanak dalam buku The Siege and the Fall of Constantinople in 1453, Mehmed II juga mendatangkan para penambang dari Jerman saat mengepung Konstantinopel. Tujuannya untuk meruntuhkan pondasi tembok dan menara pengawas di sekeliling kota itu.
Selain itu, pasukan Mehmed juga dipersenjatai dengan meriam Basilica rancangan teknisi Hungaria, Orban, yang mampu menembak peluru dengan berat 272 kilogram sejauh 1,6 kilometer.
Setelah pertempuran sengit dan melelahkan, pada 29 Mei 1453 Konstantinopel jatuh ke tangan Mehmed II. Penaklukan kota yang dianggap strategis dan menguntungkan itu mengejutkan seluruh Eropa. Peristiwa itu juga menandakan kekuasaan Kekaisaran Romawi Timur berakhir.
John Freley dalam buku Muhammad Sultan Al Fatih, Sang Penakluk, menulis saat itu dunia Barat menjuluki Mehmed II sebagai raja yang kejam karena merebut Konstantinopel.
Menurut Roger Crowley dalam buku Detik-Detik Jatuhnya Konstantinopel ke Tangan Muslim, Konstantinopel menjadi salah satu wujud perseteruan panjang antara Islam dan Kristen.
"Dia adalah tempat di mana beragam kebenaran saling beradu dalam peperangan, gencatan senjata, selama kurang lebih 800 tahun. Dan di musim semi tahun 1453 sikap baru dan abadi dari kedua agama monoteisme itu terpatri dalam momen sejarah yang dahsyat."
(isa/ayp)