Turki dan Armenia memutuskan untuk mengubur sejarah permusuhan kelam dengan menandatangani perjanjian damai atau ratifikasi pada tahun 2019.
Isi perjanjian itu juga menyerukan pembentukan komisi ahli internasional untuk mempelajari pembantaian tahun 1915, yang menurut Armenia harus dinyatakan sebagai genosida.
Akhirnya kedua setuju untuk menjalin hubungan diplomatik dan membuka perbatasan negara mereka, serta bersedia tunduk pada persetujuan parlemen dari kesepakatan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun tak berselang lama, otoritas di kota Yerevan dan Ankara saling menuduh satu sama lain telah menyunting perjanjian itu. Sehingga dalam enam bulan ratifikasi itu ditangguhkan.
Selanjutnya pada 2018, Armenia membatalkan ratifikasi itu usai Turki diketahui mendukung Azerbaijan dalam sengketa di wilayah Nagorno-Karabakh.
Beberapa negara telah resmi menyatakan bahwa pembantaian di Armenia pada 1915 merupakan sebuah tindakan genosida.
Pengakuan dari lintas negara itu menjadikan kemenangan besar bagi Armenia dan diasporanya yang ekstensif.
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan majelis rendah parlemen Italia secara resmi menyatakan pada 2019 bahwa peristiwa pembantaian jutaan orang itu merupakan genosida. Macron memutuskan bahwa 24 April harus menjadi hari peringatan tahunan pembantaian Armenia.
Pada tahun yang sama, pada momen Kongres AS beberapa pihak mengeluarkan resolusi yang mengatakan bahwa negeri Paman Sam itu harus memperingati pembunuhan itu sebagai genosida.
(khr/reuters/ard)