Insiden Kapal Selam Kursk dan Operasi Evakuasi Jutaan Dolar
Kapal selam bertenaga nuklir kelas Oscar II, Kursk, milik Angkatan Laut Rusia tenggelam di Laut Barents dan menewaskan 118 awak kapal pada 12 Agustus 2000.
Pemerintah Rusia menyatakan kapal itu meledak saat mereka bersiap menembakkan torpedo.
Diduga ledakan itu akibat kebocoran bahan bakar high-test Proxide (HTP) dari salah satu torpedo.
Saat kapal selam menghantam dasar laut, masih ada 23 awak yang bertahan di kompartemen 9. Namun, mereka akhirnya meninggal lantaran kekurangan oksigen.
Lihat juga:Deretan Tragedi Maut Kapal Selam di Dunia |
Dikutip dari Encyclopedia Britannica, menurut Angkatan Laut Rusia, kapal itu tidak membawa hulu ledak nuklir sehingga tidak pernah ada bahaya kebocoran radiasi.
Setelah beberapa hari melakukan operasi penyelamatan Kursk, Rusia merasa putus asa. Mereka mengontak kapal itu melalui radio, dan tidak ada akses yang cukup untuk menyelamatkan awak kapal.
Dihimpun dari berbagai sumber, sejumlah negara menawarkan bantuan untuk operasi penyelamatan, namun ditolak oleh Rusia.
Upaya penyelamatan itu juga terhambat oleh air es, badai, dan jarak pandang bawah air yang buruk.
Penanganan bencana oleh pihak berwenang Rusia dikecam oleh para penduduknya. Keluarga korban mencap pernyataan resmi pemerintah hanya untuk menutup-nutupi penyebab terjadinya insiden itu.
Beberapa orang berspekulasi dengan menyatakan bencana itu terjadi akibat tabrakan dengan kapal asing. Sementara beberapa pihak menyalahkan awak kapal yang tidak kompeten, tidak berpengalaman ditambah pengawasan yang tidak memadai mengenai kesalahan penanganan torpedo.
Ketika insiden terjadi, Presiden Rusia, Vladimir Putin, sedang berlibur dan tak segera kembali ke Moskow setelah ada berita duka itu. Dia baru bertandang ke lokasi penyelamatan sembilan hari kemudian.
Sikap Putin dalam menangani tragedi Kursk lantas menuai kritik karena akses dan fasilitas yang tidak memadai. Dia juga dinilai kurang peka selaku pemimpin negara.
Setahun setelah tragedi itu, 26 September 2001, kapal selam nahas itu baru diangkat dari dasar laut. Proses pengangkatan kapal tergolong sulit dan menelan banyak biaya.
Kapal Kursk seberat 24 ribu ton berhasil diangkat dari kedalaman 115 meter dalam operasi yang memakan waktu 15 jam dan biaya US$80 juta atau sekitar Rp1,15 triliun. Tim terpaksa memotong lambung depan kapal untuk menariknya ke permukaan.
Haluan kapal kemudian dihancurkan di bawah laut akibat terlalu berbahaya untuk diangkat karena masih menyimpan torpedo dengan hulu ledak aktif.
Reaktor nuklir kapal itu berhasil dinonaktifkan dengan aman dan tidak menimbulkan kebocoran zat radioaktif.
Pengangkatan itu dilakukan untuk kepentingan penyelidikan. Dihimpun dari berbagai sumber, Rusia tak ingin senjata yang dimiliki kapal itu diketahui Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) atau Amerika Serikat. Maka dari itu mereka terpaksa mengangkat bangkai kapal itu.
Sumber lain mengatakan, Putin bersedia mengangkat bangkai Kursk dari dasar Laut Barents akibat tekanan dunia. Tujuannya agar investigasi dapat dilakukan demi mengetahui sebab tenggelamnya kapal tersebut. Putin pun akhirnya mengiyakan tuntutan internasional.
Panjang kapal Kursk mencapai 152 meter. Kapal tersebut juga memiliki dua reaktor nuklir yang mampu mengaktifkan turbin uap untuk mendorong baling-baling ganda tujuh bilah dengan kecepatan hingga 28 knot.
Kapal selam Kursk disebut sebagai kapal selam terbesar di dunia. Ukuran kapal itu diperkirakan tiga kali lebih besar dari ukuran kapal selam terbesar milik Angkatan Laut Amerika Serikat.
(isa/ayp)