Jakarta, CNN Indonesia --
Tiga bulan sejak kudeta, kondisi Myanmar terus diliputi dengan aksi kekerasan yang dilakukan aparat keamanan kepada warga sipil.
Contohnya pada Minggu (2/5) kemarin. Sebanyak delapan orang warga sipil yang berunjuk rasa menentang kudeta meninggal akibat ditembak tentara Myanmar. Tiga orang dari kota Wetlet, dua orang dari negara Bagian Shan, satu dari negara Bagian Kachin, dan masing-masing satu orang meninggal di kota Yangon dan Mandalay.
"Dia ditembak di kepala dan tewas seketika," ujar salah satu demonstran yang menyaksikan kematian temannya di tengah aksi di kota Hsipaw, Negara Bagian Shan, Minggu seperti dikutip dari AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga kini, menurut laporan Lembaga Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) 759 orang dibunuh oleh aparat keamanan sejak kudeta, dan lebih dari 4.500 orang ditangkap.
Sejumlah demonstran mengungkapkan banyak para aktivis yang terluka karena serangan aparat. Namun, para demonstran yang terluka itu tak dibawa ke rumah sakit maupun posko pengobatan.
"Mereka dirawat di tempat tersembunyi. Mereka tak bisa dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan atau mereka akan ditahan," ujar salah satu demonstran di Kachin.
Demonstrasi juga tidak surut meski ada ledakan beruntun di Yangon.
Salah satu warga mengatakan bom meledak tak jauh dari sebuah sekolah di Insein, Yangon. Bom itu meledak sekira pukul 10.00 waktu setempat.
Pada Sabtu (1/5) sore, dua ledakan terjadi di Yankin. Menurut laporan berita Myanmar, seorang perempuan terluka akibat ledakan di lokasi tersebut. Sejauh ini, belum ada yang menyatakan tanggung jawab atas ledakan yang terjadi.
Situasi yang terus memanas juga membuat ribuan warga Myanmar bersiap kabur ke Thailand untuk menghindari serangan antara militer dan milisi etnis di Karen.
Lembaga pemantau Jaringan Dukungan Perdamaian Karen (KPSN) melaporkan ribuan warga saat ini sudah berkumpul di Salween, daerah yang berbatasan langsung dengan Thailand. Mereka akan menyeberang ke Thailand jika situasi semakin buruk.
"Dalam beberapa hari mendatang, lebih dari 8.000 warga Karen di bantaran sungai di Salween akan kabur ke Thailand. Kami harap tentara Thailand akan membantu mereka kabur dari peperangan ini," demikian pernyataan KPSN melalui Facebook.
Sementara itu, sejumlah warga Myanmar sudah mulai melintasi perbatasan dan kini berada di Thailand. Warga Thailand yang tinggal di perbatasan kedua negara itu, juga diketahui mencari tempat yang lebih aman.
Saling serang antara militer dan milisi etnis Karen (KNU) terus terjadi dalam beberapa hari belakangan.
KNU menduduki pos militer di Karen dan membakarnya pada Selasa. Sebagai balasannya, militer Myanmar melancarkan serangan udara di wilayah perbatasan dengan Thailand itu.
Myanmar, kali ini dilanda dua krisis sekaligus. Krisis karena kudeta, dan Covid-19. Kudeta menyebabkan tes Covid-19 di negara itu gagal.
Menurut Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) memperingatkan jika situasi keamanan dan ekonomi tidak kunjung stabil, sebanyak 25 juta orang dapat hidup dalam kemiskinan pada 2022. Angka tersebut, sekitar 48 persen dari jumlah penduduk di negara yang tengah dilanda kudeta itu.
Krisis politik yang berlarut-larut, akan memperburuk keadaan di Myanmar.
 (CNNIndonesia/Basith Subastian) |
Meningkatnya biaya makanan, kehilangan pendapatan dan upah yang signifikan, runtuhnya layanan dasar seperti perbankan dan perawatan kesehatan, jaring pengaman sosial yang tidak memadai kemungkinan besar akan mendorong jutaan orang yang sudah rentan berada di bawah garis kemiskinan sebesar US$1,10 per hari atau sekitar Rp15.380.