Presiden Israel Reuven Rivlin menugaskan Yair Lapid, pemimpin Partai Yesh Atid, untuk membentuk pemerintahan baru menggantikan kabinet Benjamin Netanyahu.
Keputusan itu muncul setelah ia bertemu dengan para pemimpin partai politik, pada Rabu (5/5), guna mencari anggota parlemen yang bisa membentuk pemerintahan baru setelah pemilu berlangsung buntu pada Maret lalu.
Netanyahu sebelumnya gagal membentuk pemerintah koalisi sesuai mandat yang diberikan Rivlin hingga tenggat waktu 28 hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rivlin, dalam pidato yang disiarkan televisi, mengatakan Lapid, yang merupakan mantan menteri keuangan, mendapat dukungan dari 56 dari 120 anggota parlemen Israel, Knesset.
"Jelas anggota parlemen Yair Lapid bisa membentuk pemerintahan yang memiliki kepercayaan kepada Knesset, meski ada banyak kesulitan," kata dia, dikutip dari Reuters, Kamis (6/5).
Usai pencalonan tersebut, Lapid (57), yang merupakan saingan terkuat Netanyahu, mengatakan dia hendak membentuk pemerintahan berhaluan kiri, kanan, dan tengah "yang akan merefleksikan fakta bahwa kami tidak saling membenci".
Ia juga mengaku akan mengesampingkan tugasnya di pemerintahan Netanyahu dengan alasan proses hukum pidana terhadap sang perdana menteri.
Lapid memiliki waktu 28 hari untuk membentuk koalisi. Jika gagal lagi, kemungkinan pemilu kelima Israel dalam 2 tahun terakhir akan digelar.
Merespons pencalonan Lapid, Netanyahu mengimbau tokoh ultranasionalis Naftali Bennett untuk bergabung dengannya dan membentuk "blok sayap kanan yang solid" yang mengendalikan 59 kursi di parlemen. Meskipun, jumlah itu juga masih kurang dari mayoritas parlemen.
Menurutnya, dukungan dari Bennett, yang berasal dari Partai Yamina, diprediksi akan menarik dukungan legislator sayap kanan lainnya yang saat ini berjanji untuk mendukung Lapid.
"Ini kebenaran yang sederhana: ini (koalisi pimpinan Lapid) akan menjadi pemerintah sayap kiri yang berbahaya," cetus Netanyahu.
Dia sebelumnya memenangkan pemilu pada 23 Maret meski tak mendapat suara mayoritas. Hal itu tak lepas dari kasus penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan yang menjeratnya.
Sebagai presiden, Rivlin memiliki mandat untuk memilih kandidat yang dinilai mampu membentuk pemerintahan dengan suara mayoritas jika terjadi kebuntuan seperti saat ini.
(rds/dea)