Sebanyak 12 polisi di Kanpetlet negara bagian Chin, Myanmar, membelot dan memilih bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil (CDM).
Myanmar Now melaporkan bahwa para polisi itu membelot dua hari setelah salah satu milisi pembangkangan sipil, Angkatan Pertahanan Chinland (CDF), menyerang pos polisi pada 13 Mei.
CDF pun menyatakan bahwa mereka akan melindungi para polisi yang membangkang tersebut. Pasalnya, para polisi itu diketahui beretnis Chin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita menerima orang-orang beretnis Chin yang bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil dan muncul untuk berkolaborasi dengan kita. Kami merawat mereka," ujar juru bicara CDF seperti dikutip Myanmar Now.
CDF sendiri baru terbentuk pada April lalu, di tengah kekerasan aparat terhadap pengunjuk rasa-anti kudeta. Meski keanggotaannya tak berdasar etnis, sebagian besar personel CDF bertenis Chin.
Ini bukan kali pertama polisi membelot setelah militer mengudeta pemerintahan sipil pada 1 Februari lalu.
Pada pertengahan Februari, banyak anggota polisi di negara bagian Chin meninggalkan pos mereka untuk bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil.
Pada awal Maret, tiga polisi melarikan diri ke negara bagian Mizoram, India, untuk mencari perlindungan diri.
Menurut keterangan salah satu polisi itu, mereka menolak perintah dari junta untuk menembak para demonstran. Mereka kemudian lari untuk mengamankan diri.
Tha Peng adalah salah satu polisi yang menolak saat diperintah menembak demonstran dengan senapan mesin ringan di Kota Khampat, Myanmar, pada 27 Februari.
"Keesokan harinya, seorang petugas menelepon untuk menanyakan apakah saya ingin menembak atau tidak," katanya.
Namun, laki-laki berusia 27 tahun itu kembali menolak dan mengundurkan diri dari kepolisian.
Sepuluh hari setelah kudeta, pada 10 Februari, petugas kepolisian di Desa Bardo, negara bagian Kayah, juga membelot dengan ikut menggelar aksi protes menentang kudeta militer.
Polisi yang menggelar aksi itu menolak permohonan dari perwira seniornya untuk kembali bertugas. Mereka menyatakan dukungan bagi massa yang menolak kudeta militer.
Melihat aksi tersebut, warga ramai-ramai mengelilingi para polisi sebagai upaya melindungi mereka dari potensi penangkapan.
Pergolakan di Myanmar masih terus berlangsung. Hingga saat ini, menurut data Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), bentrok aparat dengan warga Myanmar sudah menewaskan 818 orang, sementara 4.296 orang ditahan oleh junta militer.
(isa/has)