ANALISIS

Jimat Kepemimpinan Netanyahu di Balik Relasi Israel-Palestina

CNN Indonesia
Kamis, 03 Jun 2021 14:19 WIB
Benjamin Netanyahu merupakan pemimpin garis keras Israel yang selama ini menentang proses perdamaian dengan Palestina.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. (AP/DEBBIE HILL)

Mantan duta besar Israel untuk Amerika Serikat, Itamar Rabinovich, juga menganggap Netanyahu kerap memanfaatkan konflik dengan Palestina untuk menggenjot dukungna dari kaum tradisional dan nasionalis.

"Bagi seorang politikus yang tengah didakwa kasus korupsi dan tidak kalah dalam empat kali pemilu berturut-turut adalah sebuah pencapaian," kata Rabinovich.

"Dia (Netanyahu) memiliki basis kemenangan yang bisa dia andalkan-kaum tradisional, konservatif, nasionalistik-dan pertanyaan abadinya kepada warga Israel bahkan ketika dia berada di situasi terdesak adalah 'siapa lagi yang bisa melakukannya (selain saya)?'," kata dia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Netanyahu merupakan pemimpin garis keras Israel yang selama ini menentang proses perdamaian dengan Palestina, terutama terkait Perjanjian Oslo 1993.

Saat itu, Presiden AS, Bill Clinton, meyakini bahwa Netanyahu tak memiliki ketertarikan untuk mengejar perdamaian dengan Palestina.

Sejak menjabat sebagai perdana menteri, Netanyahu secara agresif mendukung pemukiman Yahudi di wilayah pendudukan Tepi Barat dan wilayah Palestina lainnya meski dinilai ilegal oleh komunitas internasional.

Dilansir USA Today, para kritikus Netanyahu juga meyakini bahwa kebijakannya selama menjabat sebagai PM semakin memperkeruh konflik Israel-Palestina dengan menciptakan rasa putus asa di kalangan warga Palestina terkait pendirian negara.

Pada Juni 2009, untuk pertama kalinya, Netanyahu mendukung solusi dua negara dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina. Dalam pidatonya di Bar-Ilan University, Netanyahu untuk pertama kalinya mendukung pembentukan negara Palestina dengan sejumlah syarat.

Namun, sejak itu, Netanyahu tidak pernah benar-benar membuktikan dukungannya itu.

Solusi dua negara merupakan salah satu gagasan perdamaian yang selama ini didukung komunitas internasional, di mana Israel dan Palestina masing-masing mendirikan sebuah negara merdeka dan hidup berdampingan secara damai.

Sebagai contoh, pada 2019, Netanyahu menggunakan konflik dengan Palestina untuk meraup dukungan dalam pemilu. Saat itu, Netanyahu mengumumkan niatnya untuk mencaplok Lembah Jordan, wilayah besar di Tepi barat, jika kembali memenangkan pemilu yang digelar September 2019.

Netanyahu menuturkan aneksasi itu akan dilakukan "segera setelah pemilu jika saya menerima mandat yang jelas untuk melakukannya dari warga Israel."

Hal itu, menurut sejumlah kritikus Netanyahu, semakin memperjelas bahwa sang PM tidak pernah benar-benar ingin membuat terobosan untuk mencapai perdamaian dengan Palestina.

(rds/dea)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER