Bencana Mental Usai Perang 11 Hari Israel-Hamas

CNN Indonesia
Minggu, 13 Jun 2021 16:28 WIB
Perang Israel-Gaza Mei 2021 menyisakan luka trauma yang menjadi bom waktu ledakan bencana mental yang lebih besar pada penduduk Gaza.
Ilustrasi. Perang Israel-Gaza Mei 2021 menyisakan luka trauma yang menjadi bom waktu ledakan bencana mental yang lebih besar pada penduduk Gaza. (AP/John Minchillo)

Bilal sedang minum teh di luar rumahnya di Gaza timur ketika serangan Israel menimpa kawasan tempat tinggalnya.

"Dia teriak minta tolong," kata Bilal. "Saya mencoba membawanya, namun rudal lainnya datang. Ada dengungan besar di telinga saya, bagian tubuh manusia di sekitar saya, asap. Saya tak tahan terkena pecahan peluru,"

Bilal harus merangkak ke tempat yang aman. Tujuh orang tetangganya telah tewas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kini Bilal tampak kuyu dan terguncang di atas kasurnya di rumah sakit, jauh beda dibandingkan pria muda yang cerita di foto yang dibawa oleh ayahnya.

Psikolog Palestina yang bekerja dengan Doctors Without Borders (MSF), Mahmoud Awad, memantau "reaksi akut Bilal menghadapi stres". Awad berharap bisa mencegah trauma menetap dan merusak jiwa pemuda itu.

"Kami mencoba membuatnya berbicara. Ini adalah trauma paling signifikan dalam hidupnya dan kami ingin menghindai ekskalasi menjadi PTSD," kata Awad.

"Kini dia mengalami syok dan penyangkalan. Dia cenderung mengeneralisasi segalanya.. Tak banyak bicara tentang dirinya sendiri," lanjut Awad.

Tak Ada Tempat Aman

Perang dengan Israel 2021 kemarin adalah yang tersingkat antara konflik Gaza-Israel sejak 2014, termasuk yang sedikit menghasilkan korban jiwa dan pengungsian.

"Namun dampak psikologinya akan lebih parah," kata Yasser Abu-Jamei, direktur Gaza Community Mental Health Programme. "Bagaimana Anda bisa menenangkan anak Anda saat terjadi bom dan tidak berhenti selama 20-30 menit?"

"Itu tidak mungkin. Kita selalu mengatakan kepada orang-orang bahwa Anda membutuhkan tempat yang aman, untuk merasa aman, tetapi di sini, selama 11 hari, tidak ada tempat yang aman,"

Palestinians take shelter at a school run by the U.N. after fleeing heavy Israeli missile strikes in the outskirts of Gaza City, Wednesday, May 19, 2021. The Gaza Strip's already feeble health system is being brought to its knees by the fourth war in just over a decade. At the school, no one wore a mask or could do any social distancing in the cramped quarters. (AP Photo/Khalil Hamra)Ilustrasi. Perang dengan Israel 2021 kemarin adalah yang tersingkat antara konflik Gaza-Israel sejak 2014, termasuk yang sedikit menghasilkan korban jiwa dan pengungsian. (AP/Khalil hamra)

Tentara Israel tercatat membunuh 260 warga Palestina, termasuk para pejuang, kata Pemerintah Gaza. Sedangkan di Israel, 13 orang tewas, termasuk seorang prajurit, oleh tembakan roket dari Gaza menurut laporan aparat setempat.

Tak ada universitas di Jalur Gaza yang menyediakan spesialisasi psikiatri, dan layanan kesehatan mental yang tersedia tidak bisa memenuhi permintaan.

Sejumlah spesialis bahkan mempertanyakan seluruh konsep PTSD di Gaza, lokasi yang disebut psikiater Samir Zaqout tidak ada "pascatrauma, karena ini adalah trauma berkelanjutan".

"Untuk sembuh dari trauma berarti Anda harus tinggal di lokasi yang aman," kata Zaqout. "Namun di Gaza, dan khususnya selama perang ini, tak ada tempat aman. Jadi Anda bisa bicara soal mengatasi, soal ketahanan, tapi tak bisa soal sungguh-sungguh mengobati."

(afp/end)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER