Jalur Gaza, Palestina, kembali membara akibat pertempuran 11 hari antara Israel dan kelompok milisi di wilayah itu, terutama Hamas, pertengahan Mei lalu.
Selama ini, Israel dan Hamas setidaknya telah terlibat peperangan sebanyak tiga kali.
Pertempuran Mei lalu dipicu penutupan akses Masjid Al-Aqsa bagi Muslim Palestina yang ingin beribadah. Penutupan oleh pihak berwenang Israel itu berlangsung di 10 hari terakhir bulan Ramadan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bentrokan juga diperparah dengan rencana penggusuran keluarga Palestina di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur.
Sejak itu, Hamas mulai meluncurkan hujanan roket ke wilayah Israel. Tel Aviv pun membalas serangan roket dan rudal itu dengan gempuran udara ke Gaza hingga menewaskan setidaknya 260 penduduk wilayah itu, termasuk puluhan anak-anak.
Dalam wawancara khusus virtual bersama CNN Indonesia beberapa waktu lalu, Duta Besar Israel untuk Singapura, Sagi Karni, membeberkan alasan negaranya terus menggempur Jalur Gaza meski sadar korban sipil berjatuhan.
Berikut petikan wawancara bersama Dubes Sagi.
Seperti apa kondisi di Jalur Gaza hingga mengharuskan Israel menggempur wilayah itu?
Ini bermula dari tembakan roket dan rudal dari Jalur Gaza ke kota dan desa Israel. Lebih dari 4 ribu roket ditembakkan Hamas dari Gaza ke Israel.
Warga Palestina pendukung Hamas memutuskan melakukan jalan kekerasan dan teror. Saya pikir penting untuk menjelaskan sedikit soal Hamas.
Sebab, dari apa yang saya baca melalui media Indonesia, beberapa fakta dasar tidak terjelaskan atau mungkin para pembaca Indonesia tidak menyadarinya.
Hamas adalah organisasi ekstremis. Sama seperti ideologi ISIS jika kita coba bandingkan dengan keadaan di kawasan. Hamas itu seperti Jamaah Islamiyah, punya ideologi yang sama.
Jadi Anda semua bisa membayangkan bagaimana Israel hidup di sebelah Jalur Gaza, wilayah yang dikuasai organisasi seperti Jamaah Islamiyah. Dan bahkan organisasi itu ingin menguasai wilayah di luar itu, termasuk Tepi Barat.
Hamas menguasai Jalur Gaza sejak 2007. Mereka merebut kontrol Jalur Gaza dari otoritas resmi Palestina melalui kudeta militer yang pada dasarnya menggunakan cara teror dan kekerasan.
Jadi, Israel hidup di sebelah wilayah yang dikuasai organisasi yang tidak mengakui hak Israel untuk hidup dan berada. Jadi bagaimana kami bisa berdialog dengan orang-orang seperti itu? Bagaimana kita bisa meraih kesepakatan dengan kondisi seperti itu?
Tetapi di saat bersamaan banyak pula korban sipil tewas akibat gempuran Israel di Gaza. Jika begitu, apa yang membedakan Israel dan Hamas?
Israel adalah negara demokrasi yang memegang nilai-nilai negara Barat. Sementara itu, Hamas adalah organisasi teroris fasis.
Saya tidak melihat ada hal yang bisa dijadikan perbandingan antara Israel dan Hamas. Tanya saja para pembaca Anda, apakah mereka ingin hidup di bawah bayang-bayang Jamaah Islamiyah? Itu akan menjadi jawabannya.
Apa yang Hamas lakukan adalah kejahatan perang ganda dan pelanggaran internasional. Pertama, mereka menembakkan roket dan rudal secara membabi-buta ke wilayah penduduk Israel. Mereka menggunakan roket dan rudal langsung ke wilayah sipil kami.
Kedua, Hamas menggunakan warga sipil sebagai tameng. Mereka menembakkan rudal dan roket dari fasilitas publik seperti gedung-gedung yang terletak sebelah rumah sakit, sekolah, dan area permukiman.