Gelombang Panas Ekstrem di Kanada, 69 Orang Meninggal

CNN Indonesia
Rabu, 30 Jun 2021 09:10 WIB
Setidaknya 69 orang di Vancouver dilaporkan meninggal dunia akibat gelombang panas yang menerjang Kanada hingga Selasa (29/6).
Ilustrasi. (AFP/Philippe Huguen)
Jakarta, CNN Indonesia --

Setidaknya 69 orang di Vancouver dilaporkan meninggal dunia akibat gelombang panas yang menerjang Kanada hingga Selasa (29/6).

Kepolisian Kanada (RCMP) melaporkan bahwa kematian terbanyak terjadi di pinggiran Vancouver, Burnaby dan Surrey.

Menurut kepolisian, kebanyakan warga yang meninggal merupakan lansia dengan kondisi kesehatan tidak baik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, sejumlah daerah lain juga melaporkan kematian akibat gelombang panas, tapi belum ada data jumlah resmi.

"Meski masih dalam penyelidikan lebih lanjut, gelombang panas diyakini menjadi faktor mayoritas kematian tersebut," ujar seorang pejabat RCMP, Michael Kalanj, kepada AFP.

Kanada memang sedang diterpa gelombang panas terparah sepanjang sejarah negara itu dengan suhu udara di Kota Lytton mencapai 49,5 derajat Celsius pada Selasa (29/6).

Tak hanya Kanada, sejumlah kawasan di Amerika Serikat juga dilanda gelombang panas ekstrem sejak akhir pekan lalu.

Reuters melaporkan bahwa kawasan Washington, Oregon, sebagian Idaho, Wyoming, dan California berada di bawah peringatan panas yang berlebihan karena suhu melonjak 6-7 derajat Celcius di atas rata-rata.

"Peristiwa ini kemungkinan akan menjadi salah satu gelombang panas paling ekstrem dan berkepanjangan dalam catatan sejarah Inland Northwest," demikian pernyataan Layanan Cuaca Nasional AS (NWS).

Sebagaimana dilansir The Guardian, para ahli menduga gelombang panas ini terjadi karena fenomena "heat dome" atau kubah panas.

Istilah itu merujuk pada situasi di mana tekanan tinggi terjadi di sejumlah area yang membuat suhu panas terperangkap.

"Di kawasan barat laut Pasifik kerap terjadi situasi seperti ini karena wilayahnya dapat menutup jalur aliran udara dingin laut ke arah daratan," ujar seorang ahli klimatologi dari AS, Nick Bond.

(has)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER