Oposisi Kecam Status Darurat Militer Myanmar Sampai 2023

CNN Indonesia
Senin, 02 Agu 2021 21:09 WIB
Panglima Angkatan Bersenjata (Tatmadaw) sekaligus pemimpin junta Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing. (REUTERS/POOL New)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah tandingan Myanmar (NUG) mengutuk keputusan junta yang menunjuk Panglima Angkatan Bersenjata, Jenderal Min Aung Hlaing, sebagai perdana menteri selama status darurat militer diterapkan hingga Agustus 2023.

"Transisi dari dewan militer ke pemerintahan sementara adalah cerminan dari fakta bahwa mereka tengah menyiapkan pertempuran diplomatik internasional," ujar Menteri Hak Asasi Manusia NUG, Aung Mo Min, seperti dilansir Reuters, Senin (2/8).

Menurut Aung Mo, hal itu sebagai langkah junta militer membuktikan kepada negara lain mereka adalah pemerintah yang saat ini berkuasa di Myanmar.

"Namun, tak bisa disangkal dari fakta yang ada militer tak dipilih oleh rakyat," tambah Aung Mo.

Wakil Menteri Ketenagalistrikan dan Energi NUG, Maw Htun Aung, mengatakan setelah kekerasan selama enam bulan, junta berusaha meraih pengakuan dan legitimasi dari dunia.

"Menempatkan serigala berbulu domba tidak membuat mereka menjadi tidak berbahaya," kata Maw, di akun Facebook miliknya.

Dewan Pemerintah Myanmar yang menunjuk langsung Jenderal Min Aung Hlaing sebagai PM. Dia juga mengumumkan baru akan mencabut status darurat militer pada Agustus 2023.

Min mengatakan akan menggelar pemilihan umum di tahun yang sama.

Junta beralasan pembentukan pemerintahan sementara dilakukan untuk menyelesaikan tugas negara dengan cepat, mudah dan efektif demikian menurut stasiun televisi pro junta, Myawaddy TV.

Merespons sikap junta Myanmar, para menteri negara Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menggelar pertemuan. Mereka mendesak Myanmar segera menerima utusan khusus dan melaksanakan lima konsensus ASEAN yang diusulkan pada April lalu.

Sejauh ini, menurut laporan Perhimpunan Bantuan untuk Tahanan Politik Myanmar (AAPP) sebanyak 940 orang tewas, dan 6.994 orang yang ditangkap sejak kudeta 1 Februari lalu.

Disamping didera krisis politik, Myanmar juga dilanda krisis kesehatan. Fasilitas dan tenaga kesehatan kewalahan akibat lonjakan kasus Covi-19.

Staf medis dan dokter juga banyak yang ditangkap junta karena mereka menolak praktik di rumah sakit pemerintah, sementara tren kasus harian Covid-19 masih tinggi. Selain itu, obat-obatan dan persediaan oksigen bagi pasien Covi-19 dikuasai oleh junta dan tentara.

(isa/ayp)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK