Sementara itu Taliban membantah menargetkan atau membunuh warga sipil. Mereka juga meminta penyelidikan independen dilakukan.
"(Kami) Tidak menargetkan warga sipil atau rumah mereka di wilayah manapun, melainkan operasi telah dilakukan dengan sangat cermat dan hati-hati," tutur juru bicara Taliban, Shuail Shaheen, dalam pernyataan resmi.
Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lebih dari seribu warga sipil tewas dalam sebulan terakhir. Sementara Komite Internasional Palang Merah mengatakan sejak 1 Agustus sekitar 4.042 orang terluka akibat peperangan Taliban dan Afghanistan dirawat di 15 fasilitas kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Price juga mengatakan AS tengah berusaha memimpin konsensus internasional mengenai perlunya kesepakatan damai, mengingat Taliban merebut wilayah yang berbatasan dengan Tajikistan, Uzbekistan, Iran, Pakistan, dan China, yang meningkatkan kekhawatiran keamanan regional.
Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, mengatakan para pemimpin Taliban mengatakan kepadanya awal tahun ini mereka tidak akan berunding dengan pemerintah Afghanistan selama Ashraf Ghani tetap menjadi presiden.
Ghani sempat menyalahkan AS, karena menarik pasukan secara tiba-tiba pada Mei lalu. Hal tersebut, dianggap berimbas pada situasi keamanan yang semakin buruk. Namun, AS menyatakan tak menyesali keputusannya untuk menarik pasukan.
Mereka juga mendesak pemimpin Afghanistan agar memperjuangkan tanah air mereka sendiri.
"(Afghanistan) perlu menentukan apakah mereka memiliki kemauan politik untuk melawan dan apakah mereka memiliki kemampuan untuk bersatu sebagai pemimpin untuk melawan," kata Sekretaris Pers Gedung Putih, Jen Psaki.
Ghani juga berusaha mengumpulkan para komandan milisi pro pemerintah untuk turut mempertahankan kota terbesar di utara, Mazar-i-Sharif, agar tak direbut Taliban.
Ghani bertahun-tahun mencoba mengesampingkan para komandan milisi di Afghanistan saat dia mencoba meluaskan pengaruh pemerintah pusat ke provinsi-provinsi yang dinilai membangkang.
(isa/ayp)