Al-Qaidah Yaman Terinspirasi Taliban Terus Lawan Demokrasi
Al-Qaidah Semenanjung Arab (AQAP) di Yaman berjanji akan melanjutkan misinya setelah terinspirasi Taliban yang berhasil mengambil alih kekuasaan di Afghanistan.
Kelompok teroris itu bahkan mengucapkan selamat kepada Taliban atas keberhasilan mengalahkan pasukan Afghanistan yang baru saja ditinggalkan militer Amerika Serikat setelah dua dekade invasi.
"Kemenangan dan pemberdayaan ini mengungkapkan kepada kita semua bahwa jihad dan pertempuran mewakili cara (hukum Islam), legal, dan realistis untuk mengembalikan hak (dan) mengusir penjajah dan penyusup," kata AQAP melalui sebuah pernyataan pada Rabu (18/8).
"Adapun permainan demokrasi dan bekerja dengan pasifisme, itu adalah fatamorgana yang menipu, bayangan sekilas, dan lingkaran setan yang sia-sia," ucap AQAP menambahkan.
Dilansir AFP, pernyataan AQAP itu dilaporkan oleh kelompok intelijen pemantau gerakan radikal dan ekstremis di seluruh dunia, SITE.
Para pejuang AQAP yang berbasis di Provinsi Bayda, Yaman, dan selatan Provinsi Shabwa menggelar pesta kembang api dan meluncurkan tembakan ke udara usai Taliban mengumumkan berhasil menduduki Ibu Kota Kabul dan Istana Kepresidenan Afghanistan pada Minggu (15/8).
Ketika berkuasa di Afghanistan pada 1996-2001, rezim Taliban melindungi mendiang pemimpin Al-Qaidah saat itu, Osama Bin Laden, yang saat itu menjadi buronan utama Amerika Serikat atas insiden teror 11 September 2001. Saat itu Taliban juga mengizinkan Al-Qaidah melatih milisi dan merencanakan serangan teror di Gedung World Trade Center, New York, Amerika Serikat.
AS menyatakan AQAP sebagai cabang teroris Al-Qaidah paling berbahaya. Negeri Paman Sam juga pernah meluncurkan serangan pesawat tak berawak terhadap AQAP tak lama setelah serangan 9/11 terjadi.
Pemberontakan di Yaman yang meletup pada 2015 justru menjadi kesempatan buat AQAP merekrut anggota di kawasan Timur Tengah dan menggiatkan aksi teror.
Setelah menguasai Afghanistan, para pemimpin Taliban mulai mempersiapkan sistem pemerintahan. Meski belum jelas, para petinggi Taliban mengklaim akan menerapkan sistem pemerintahan yang lebih terbuka dan melindungi hak perempuan.
Namun, kelompok itu menegaskan tetap tidak akan menerapkan demokrasi di Afghanistan.
Terlepas dari janji Taliban, sebagian besar masyarakat Afghanistan, terutama kaum perempuan, tetap khawatir akan keselamatan dan hak-hak mereka ke depannya.
Sebab saat Taliban berkuasa pada 1996 sampai 2001, hak perempuan sangat dibatasi mulai dilarang mengenyam pendidikan, bekerja, hingga bepergian tanpa didampingi wali. Burkak, pakaian jubah yang menutupi ujung kepala sampai kaki, kini kembali diburu kaum perempuan Afghanistan.
(rds/ayp)