Muhammad Ibrahim duduk bersila beralaskan terpal di depan Kantor Badan Pengungsi PBB (UNHCR), Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (24/8). Di sebelahnya, dua bocah asik bermain, sambil sesekali melirik ke kumpulan massa.
Siang itu, Ibrahim, dua anak dan istrinya tengah melakukan aksi demonstrasi bersama ratusan pengungsi asal Afghanistan. Tujuan mereka sama, menuntut kejelasan status penempatan.
Tiba di Indonesia 8 tahun silam, Ibrahim menghabiskan lebih dari seperempat hidupnya di Jakarta. Dua anaknya bahkan lahir di Ibu Kota ini. Situasi perang menjadi alasannya lari dari Afghanistan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia tinggal di kos-kosan daerah Tebet, Jakarta Selatan. Karena tak bisa bekerja, ia mengandalkan uang kiriman dari keluarganya di Afghanistan untuk hidup.
Lihat Juga : |
Belakangan, ia mengaku sudah tidak memiliki keluarga di tanah konflik tersebut, ibunya belum lama meninggal karena Covid-19.
"Tapi uang sudah habis. Sudah 8 tahun saya tinggal di sini," kata Ibrahim.
Menurut Ibrahim, situasi di Afghanistan belakangan ini sangat buruk. Hal itu seiring dengan Taliban kembali berkuasa setelah menduduki Kabul dan Istana Kepresidenan pada Minggu (15/8), dua dekade setelah mereka digulingkan oleh invasi Amerika Serikat pasca-serangan teror 11 September 2001.
Ibrahim memiliki kesan sendiri terhadap Taliban. Ia menilai tindakan kelompok itu selama ini tidak seperti manusia.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Pengamat Soroti Relasi AS-RI hingga Ahli Robot Afghanistan |
"Taliban telah menguasai banyak wilayah di Afghanistan. Taliban tak seperti manusia. Pemikiran mereka seperti binatang," katanya.
Ia mengaku tidak memilih negara mana untuk penempatan selanjutnya. Yang penting, kata dia, pergi dari Indonesia.
"Hanya (ingin) pergi dari Indonesia. Kami tak punya hak di Indonesia. Kami tidak dapat fasilitas di Indonesia," ucapnya.
Syariat Islam oleh Taliban dipertanyakan, baca di halaman berikutnya...