Kesalahan prediksi kejatuhan Afghanistan ke tangan Taliban hingga kekacauan akibat serangan bom saat proses evakuasi di bandara Kabul dianggap mencoreng reputasi Amerika Serikat di tengah upaya Paman Sam mempertahankan pengaruh global.
Para pengamat sudah memantau keterpurukan citra AS ini setelah Washington mengakui bahwa mereka salah perhitungan dan tak menyangka Taliban dapat menguasai Afghanistan dalam waktu sangat singkat.
Pertaruhan reputasi itu terus menjadi perhatian karena banyak kekacauan selama proses evakuasi warga berlangsung di bandara Kabul. Puncaknya, dua bom meledak di bandara dan menewaskan setidaknya 90 orang, juga belasan personel militer AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Aleksius Jemadu, sampai-sampai menganggap serangan yang diklaim ISIS-K ini sebagai kegagalan AS.
"Reputasi AS tentu saja tergerus oleh kegagalan ini karena membiarkan puluhan nyawa melayang secara sia-sia. Koordinasi AS sedang kacau dan merosot," kata Aleksius kepada CNNIndonesia.com.
Lihat Juga : |
Aleksius memandang ledakan di Kabul merupakan kegagalan intelijen AS yang tidak memperhitungkan segala kemungkinan keamanan di wilayah konflik, yang baru diambil alih oleh Taliban.
"Estimasi waktu Biden begitu meleset dari dinamika lapangan. AS sedang telan pil pahit dari kegagalan strategi untuk exit (keluar) dari wilayah yang didudukinya," kata Aleksius.
Menarik waktu sedikit ke belakang, Aleksius juga menganggap strategi evakuasi AS ini sudah patut dipertanyakan sejak awal.
Lihat Juga : |
Ia melihat manajemen informasi internal antar-instansi AS, seperti Kementerian luar negeri, Kementerian Pertahanan, staf diplomatik di Afghanistan, dan koordinasi dengan sekutu NATO mengenai berbagai skenario evakuasi termasuk aspek keamanannya terlihat cukup kacau.
"Ketika AS masih pegang kendali di Afghanistan mengapa ini tidak dilakukan? Mengevakuasi puluhan ribu orang dari wilayah konflik yang sudah di tangan musuh, jelas risiko keamanannya sangat tinggi. Mengapa hasilnya seperti ini?" kata Aleksius.
Pertanyaan Aleksius ini juga sempat menjadi bahan pembahasan banyak pengamat, terutama setelah surat kawat dari para diplomat di Kedutaan Besar AS di Kabul terkuak dalam pemberitaan The Wall Street Journal pekan lalu.
Dalam memo bertanggal 13 Juli itu, staf kedutaan terlihat sudah memperingatkan bahaya karena Taliban kian beringas dan diperkirakan bakal menguasai Afghanistan dalam waktu dekat.
Mereka menekankan bahwa AS harus segera mengevakuasi warga Afghanistan yang selama ini membantu misi Washington di negara tersebut.
Dua sumber dari Kementerian Luar Negeri AS mengatakan kepada CNN bahwa para diplomat itu mengirimkan surat kawat karena merasa peringatan dan rekomendasi mereka sebelumnya selalu diabaikan.
Seorang sumber lain mengatakan bahwa Kemlu AS baru merespons surat kabel itu beberapa hari setelah dikirim.
Menurut Aleksius, sistem komunikasi antar-lembaga AS memang sangat kacau.
"Reputasi AS dipertaruhkan. Ada kombinasi ketergesa-gesaan, ancaman keamanan yang imminent (dekat), miskalkulasi intelijen, dan dinamika di lapangan yang sangat cepat," ujarnya.
Ia juga berkata, "Tampak sekali ada banyak hal yang tidak dipikirkan oleh intelijen AS sebelumnya."
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, juga memiliki pandangan serupa. Lebih jauh, Rezasyah menganggap AS akan menjadi bulan-bulanan dunia jika pemerintahan Joe Biden gagal melakukan evakuasi dengan baik hingga tenggat waktu pada 31 Agustus.
"Artinya, ia (AS) tidak sanggup lagi mengelola kepentingannya sendiri. Bagaimana Anda menjadi pengendali keamanan global?" ucap Rezasyah.