Taliban sejauh ini berusaha keras menunjukkan wajah yang lebih damai kepada dunia. Tak ada hukuman publik yang keras dan larangan langsung terhadap hiburan yang menjadi ciri khas pemerintahannya.
Kegiatan budaya diperbolehkan, kata mereka, selama tidak bertentangan dengan hukum syariat dan budaya Islam Afghanistan.
Beberapa wilayah telah diinstruksikan agar memutar musik yang sejalan dengan hukum syariat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jurnalis lokal di provinsi Laghman, Zarifullah Sahel, mengatakan kepala komisi budaya lokal Taliban meminta radio pemerintah dan enam stasiun swasta lain untuk menyesuaikan program yang berbasis hukum Islam.
Sejak itu program musik dan politik, budaya, dan berita yang tidak berhubungan dengan isu-isu agama kering kerontang.
Pesan era freewheeling di Afghanistan telah berakhir. Meskipun belum ada perintah resmi dari pusat, memang lebih aman menjadi warga biasa yang mengikuti aturan.
"Saya khawatir Taliban mungkin menargetkan saya jika terlihat mengenakan jeans atau kemeja barat atau jas," kata Mustafa Ali Rahman, mantan pejabat pajak di provinsi Lagman.
"Seseorang tidak tahu apa yang bisa mereka lakukan untuk menghukum kita," lanjutnya.
Selama 20 tahun budaya populer tumbuh subur di Kabul dan kota-kota lain. Binaraga, minuman energi, potongan gaya rambut yang mewah, dan lagu-lagu pop yang merdu menjadi hal yang dekat dengan masyarakat.
Sinetron Turki dan acara pencarian bakat televisi seperti 'Afghan Star' menjadi tontonan yang paling diminati.
Salah satu senior Taliban menginginkan perubahan karena selama dua dekade ini masyarakat terpengaruh budaya asing.
"Budaya kami telah menjadi racun, kami melihat pengaruh Rusia dan Amerika di mana-mana bahkan dalam makanan yang kami makan," kata seorang komandan Taliban.
"Itu adalah sesuatu yang harus disadari orang dan membuat perubahan yang diperlukan. Ini akan memakan waktu tetapi itu akan terjadi."
(isa/bac)