Mantan Wakil Kepala BIN Sebut Taliban Akan Tiru Arab Saudi

CNN Indonesia
Kamis, 02 Sep 2021 17:18 WIB
Pangeran Mohammad bin Salman yang menjalankan pemerintahan Arab Saudi saat ini. (REUTERS/Handout)
Jakarta, CNN Indonesia --

Eks Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) sekaligus Mantan Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) As'ad Said Ali mengatakan Afghanistan di bawah kendali Taliban kemungkinan menerapkan sistem pemerintahan yang meniru Arab Saudi saat ini.

"Afganistan di bawah Taliban akan meniru penerapan syariat Islam Arab Saudi di bawah Prince (Pangeran) Mohammad bin Salman," ujar As'ad saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (2/9).

As'ad menerangkan, Arab Saudi hari ini tak seketat dahulu dalam menerapkan syariat Islam di negaranya sesuai interpretasi keagamaan.

Ia melanjutkan, Taliban kemungkinan mengikuti Arab Saudi yang tak akan membentuk lagi lembaga yang dianggap tidak relevan saat ini. Contohnya adalah kementerian amar maruf nahi munkar  untuk mengawasi dan memaksa masyarakat agar mematuhi syariat islam versi Taliban.

Aturan untuk perempuan Arab Saudi, As'ad menambahkan, juga dikendurkan. Perempuan diizinkan mengenakan jilbab  dengan memperlihatkan wajah dan boleh menyaksikan pertunjukan.

"Nanti suatu saat Taliban akan seperti itu lah (dalam memerintah Afghanistan)," terangnya.

As'ad bahkan yakin dengan klaim Taliban yang mengatakan akan melibatkan perempuan dalam pemerintahan sekarang, sebagai bentuk keterbukaan atau pemerintah yang inklusif.

"Karena saya yakin itu karena dia (Taliban) perlu uang, perlu kerja sama internasional kalo nggak ada itu (pelibatan perempuan), enggak bisa," paparnya.

Hari ini, di Afghanistan tak ada lagi pasukan asing yang mondar-mandir. Pesawat militer terakhir AS lepas landas dari Kabul pada Senin (30/8) malam waktu setempat. Sementara pasukan asing lain, sudah lebih dulu tiba di negara masing-masing.

Usai pasukan asing hengkang, menurut As'ad, tantangan yang dihadapi Taliban yakni cara menyejahterakan rakyatnya bukan lagi berjihad.

"Tantangannya bagaimana mendatangkan kesejahteraan rakyat dalam situasi yang sangat miskin," tutur As'ad.

Saat Taliban mengambil alih kekuasaan, ekonomi di Afghanistan lumpuh. Banyak banyak yang tutup, mata uang anjlok, dan harga bahan bakar melonjak.

Mengantisipasi krisis ekonomi akut, Taliban memerintahkan agar penduduk maksimal menarik US$200 atau Rp2,8 juta dalam sepekan.

Saat Afghanistan masih dipimpin Ashraf Ghani, pada September 2019 lalu, As'ad pernah melakukan pembicaraan dengan Taliban ketika mereka berkunjung ke Indonesia.

As'ad mengatakan kepada perwakilan Taliban, "Kamu harus berdamai, kalau tidak kamu kehilangan momentum globalisasi," kenang As'ad soal pertemuan itu.

Diketahui, di negara yang kini dikuasai Taliban, ada organisasi NU Afghanistan. Ia memiliki nilai-nilai yang kurang lebih sama dengan NU di Indonesia. Seperti tawasuth atau moderat, tasamuh atau toleransi, dan tawazun jalan tengah.

Menurut penjelasan As'ad, NUA baru ada di dua provinsi di Afghanistan. Selama berdiri, mereka bisa mendekati Taliban dari kelompok Akhundzada.



(isa/bac)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK