Pemerintah bayangan Myanmar, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), menyerukan perang melawan junta militer, dan menyatakan status darurat negara itu, Selasa (7/9).
Pelaksana Tugas Presiden NUG, Duwa Lashi La, dalam pidatonya menyatakan, "perang defensif" dan menyerukan pemberontakan terhadap junta militer.
"Memberontak melawan kekuasaan teroris militer yang dipimpin Min Aung Hlaing di seluruh penjuru negeri," ucap Lashi La, dikutip Reuters.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lashi La juga menyatakan Myanmar dalam status darurat. "Itu akan berlangsung sampai dimulainya kembali pemerintahan sipil di negara ini," katanya, dikutip dari The Irrawaddy.
Para petinggi yang ditunjuk junta menduduki jabatan tertentu, pinta Lashi La, harus segera meninggalkan posisi tersebut.
Tak hanya itu, Lashi La, mendesak pasukan keamanan nasional untuk bergabung dengan mereka. Sementara, pasukan milisi etnis yang ada di wilayah perbatasan untuk segera menyerang militer.
"Dengan tanggung jawab untuk melindungi kehidupan dan harta benda rakyat," katanya
Namun sejauh ini, belum ada rincian lebih lanjut apakah pertempuran sebenarnya akan terjadi.
Ia meminta Perhimpunan Asia Tenggara (ASEAN) serta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kelompok itu bertindak karena kebutuhan mengingat situasi di Myanmar.
Sebelumnya, ASEAN mengusulkan gencatan senjata kepada junta militer Myanmar.
Menurut perwakilan ASEAN, Erywan Yusof, menyatakan junta setuju akan usulan tersebut. Pihaknya juga telah menyampaikan gagasanya ke pihak oposisi junta, agar kekerasan segera diakhiri.
Dalam pidato itu, Lashi La, juga mengatakan militer telah menahan atau membunuh banyak orang sejak mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah pada 1 Februari lalu.
Lihat Juga : |
Tetapi junta belum mengeluarkan respons apapun mengenai gencatan senjata maupun deklarasi perang dari NUG.
Myanmar dilanda krisis politik dan kemanusiaan sejak militer merebut paksa kekuasaan dari tangan pemerintahan yang sah, Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu.
Dalam kudeta itu, mereka menangkap petinggi negara seperti Suu Kyi, dan Presiden Myanmar.
Mereka juga tak segan membunuh siapa saja yang bertentangan dengannya. Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) ada 1.046 korban yang tewas ditangan junta. Sementara yang ditangkap mencapai 7.876 orang.