Zebulon Simentov, Yahudi Terakhir yang Tinggalkan Afghanistan

CNN Indonesia
Jumat, 10 Sep 2021 12:04 WIB
Yahudi terakhir di Afghanistan, Zebulon Simentov, berhasil meninggalkan negara itu dengan membawa 30 orang untuk menyelamatkan diri dari ancaman Taliban.
Yahudi terakhir di Afghanistan, Zebulon Simentov, berhasil meninggalkan negara itu dengan membawa 30 orang untuk menyelamatkan diri dari ancaman Taliban. (AFP/Wakil Kohsar)
Jakarta, CNN Indonesia --

Yahudi terakhir di Afghanistan, Zebulon Simentov, dilaporkan berhasil meninggalkan negara itu dengan membawa 30 orang untuk menyelamatkan diri dari ancaman Taliban dan kelompok teroris.

Simentov menempuh perjalanan panjang sebelum akhirnya berhasil keluar dari Afghanistan pada Rabu (8/9). Ia dan 30 orang lainnya melakukan perjalanan dengan melintasi daerah pegunungan Afghanistan.

Seorang pengusaha Israel-Amerika yang membantu Simentov, Moti Kohana, mengatakan kepada CNN bahwa puluhan orang itu sempat bernegosiasi dengan Taliban di beberapa pos sepanjang perjalanan sebelum akhirnya dapat keluar.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kahana bercerita bahwa awalnya, Simentov sebenarnya menolak angkat kaki ketika Taliban mengambil alih kekuasaan pada 15 Agustus lalu, padahal ia tahu kondisi itu berbahaya bagi komunitasnya yang merupakan minoritas di Afghanistan.

Namun, para tetangga terus berusaha meyakinkan dia, bahwa kondisi sedang tidak aman. Menurut mereka, walau Taliban tak menangkapnya, ada potensi ancaman dari kelompok teroris ISIS-K.

Kahana bercerita, orang-orang di sekitar khawatir Simentov akan dibunuh. Simentov akhirnya menyerah.

Menurut Kahana, Simentov mau pergi "ketika dia bisa mendengar lebih banyak tembakan di daerah itu, dan ketika orang Amerika pergi, dan bandara ditutup."

Simentov pun mengakhiri kehidupannya di Afghanistan, meninggalkan berbagai kenangan jatuh bangun negara itu setelah beberapa kali berpindah kekuasaan.

Sebelum pergi, ia tinggal dan memelihara sebuah sinagog di Kabul. Ia dapat bertahan hidup sebagian besar berkat sumbangan dari luar negeri.

Simentov pun melalui hidup puluhan tahun di tengah konflik dan kekacauan politik, termasuk saat Afghanistan dipimpin Taliban pada 1996-2001.

Selama wawancara dengan CNN pada 2010, Simentov menceritakan pengalaman masa lalu itu. Ia mengatakan, Taliban kerap mengganggu urusan semua orang.

Selama pemerintahan Taliban era pertama, Simentov juga mengaku pernah ditangkap sebanyak empat kali. Ia juga mengaku kerap dipukuli selama di tahanan.

Status Simentov sebagai anggota komunitas Yahudi terakhir yang tinggal di Afghanistan mendapat sorotan dari media massa beberapa dekade terakhir. Banyak laporan yang menyebutkan, ia kukuh tak ingin meninggalkan negara itu, bahkan usai anak dan istrinya pindah ke Israel.

Menilik sejarah, menurut Perusahaan Koperasi Amerika-Israel, Afghanistan pernah menjadi rumah bagi komunitas Yahudi yang cukup besar.

Pada pertengahan Abad ke-19, jumlah komunitas itu mencapai 40 ribu orang. Angka itu menyusut sekitar tahun 1870, sejalan dengan sentimen anti-Yahudi.

[Gambas:Video CNN]

Sebagian besar komunitas Yahudi yang tersisa pergi setelah pembentukan negara Israel pada 1948, dan selepas invasi Uni Soviet pada 1979.

Sebagai komunitas Yahudi terakhir di Afghanistan, Simentov sebenarnya ingin mempertahankan keberadaannya di negara itu. Namun akhirnya, ia menyerah juga dan meminta bantuan kepada Kahana.

Kahana menjalankan organisasi berbasis di AS bernama GDC Inc. Organisasi ini menyediakan bantuan diplomasi kemanusiaan dan konsultasi untuk keamanan serta logistik bagi orang Yahudi di wilayah-wilayah sulit di dunia.

Perjalanan panjang Simentov dan Kahana pun dimulai.

Berlanjut ke halaman berikutnya >>>

Perjalanan Berbahaya Keluar dari Afghanistan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER