Perang dan Stigma Muslim, Warisan Gelap AS dari Teror 9/11

CNN Indonesia
Sabtu, 11 Sep 2021 16:22 WIB
Teror 9/11 mempengaruhi dominasi AS di dunia, terutama dalam melegalkan invasi militer ke negara lain dengan dalih melawan terorisme.
Umat Muslim di Amerika Serikat. (Foto: AFP/ROBYN BECK)

Sejak teror 11 September berlangsung, pembantaian massal oleh Al-Qaeda itu turut membuat umat Muslim di AS menjadi sasaran stigmatisasi, rasisme, hingga kejahatan ujaran kebencian.

Serangkaian insiden kekerasan dan ujaran kebencian dialami oleh banyak umat Muslim AS, bahkan warga keturunan Arab dan Asia Selatan, sejak teror 9/11. Serangan terhadap masjid juga terus meningkat.

Beberapa umat Muslim menjadi korban penyerangan, sampai-sampai seorang pria etnis Sikh di AS tewas ditembak oleh pelaku yang menyangka dia sebagai seorang Muslim hanya karena memakai turban.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebuah jajak pendapat yang dilakukan Human Rights Watch pada Juli 2002 menuturkan 57 persen warga keturunan Arab-Amerika pernah mengalami diskriminasi sejak teror 11 September berlangsung. Sebanyak 48 persen dari warga Arab-Amerika juga meyakini bahwa kehidupan mereka menjadi lebih buruk sejak serangan 9/11.

https://www.hrw.org/reports/2002/usahate/usa1102-04.htm#P318_50248

Teror 11 September itu pun turut mengubah pandangan banyak warga AS terhadap Islam. Menurut jajak pendapat Pew Research Center, mayoritas warga AS meyakini bahwa Islam lebih mungkin mendorong kekerasan dari pada agama lain.

Dan pandangan itu berlaku hingga saat ini, dua puluh tahun setelah serangan 9/11.

Teror 11 September juga "menutup" wawasan negara Barat terkait terorisme yang terfokus hanya pada gerakan ekstremis dan radikal Islam.

Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir, rentetan serangan kelompok ekstremis sayap kanan dan supremasi kulit putih pun terus meningkat.

Sebagai contoh, penembakan massal di dua Masjid Christchurch, Selandia Baru, pada 2019 dan penyerangan ke Gedung Capitol, AS, pada 6 Januari 2021.

"Dari peristiwa 6 Januari dan meningkatnya militerisasi dan radikalisasi sayap kanan, pandangan Barat telah terlambat melihat ancaman uang ditimbulkan oleh ekstremisme domestik. Tidak ada yang merencanakan misi kontra-terorisme seperti yang dikerahkan dua dekade lalu saat merespons teror 9/11," kata Tharoor.

Mengutip mantan pejabat kontraterorisme Kementerian Luar Negeri AS, Jason M Blazakis, Tharor mengatakan Perang Melawan Teror yang diluncurkan Bush guna merespons 9/11 telah membuat Negeri Paman Sam dan kebanyakan negara Barat tidak siap menghadapi ancaman terorisme domestik yang tumbuh hari ini.



(rds)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER