Jakarta, CNN Indonesia --
Taiwan mengklaim siap berperang melawan China di tengah peningkatan provokasi Negeri Tirai Bambu. Sejumlah pengamat mencoba memetakan kekuatan China dan Taiwan, terutama di bidang pertahanan udara.
Belakangan, China memang terus unjuk gigi dengan melakukan berbagai manuver militer di sekitar Selat Taiwan, salah satunya mengerahkan nyaris 150 pesawat ke Zona Identifikasi Pertahanan Taiwan (ADIZ) pada pekan lalu.
Mantan Direktur Operasi di Pusat Intelijen Komando Gabungan Pasifik AS, Carl Schuster, menganggap bahwa jika China benar-benar ingin menyerang, mereka butuh data intelijen terkait kemungkinan-kemungkinan balasan dari Taiwan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Schuster menganggap operasi pengiriman seratusan pesawat dalam beberapa hari pada pekan lalu tersebut bisa memberikan gambaran kepada China terkait tanggapan Taiwan.
Sebagaimana dilansir CNN, Taiwan menanggapi dengan mengirimkan peringatan radio dan mengerahkan sistem pertahanan udara untuk memantau aktivitas pesawat China tersebut.
"PLA [Tentara Pembebasan Rakyat China] sedang menguji dan mengembangkan penilaian kemampuan Taiwan untuk mendeteksi dan kesiapan untuk menanggapi ancaman udara. Ini juga merekam waktu respons, taktik, dan prosedur pencegatan udara Taiwan," kata Schuster.
Selain itu, Shcuster juga menganggap pengerahan pesawat PLA ke ADIZ itu juga dapat mengembangkan kemampuan pasukan dalam bekerja dalam tim besar menggunakan aset militer yang kemungkinan akan dipakai nantinya.
Schuster mengatakan, sepengetahuannya, penerbangan PLA terbaru itu merupakan jumlah terbesar pesawat militer China yang beroperasi jauh dari pangkalan utamanya.
Ia memperkirakan, China bakal bisa mengirimkan penerbangan dengan skala lebih besar. Namun, pada dasarnya, Schuster menganggap PLA tetap membutuhkan latihan.
Bagaimana dengan kekuatan militer Taiwan? Baca di halaman berikutnya...
Menteri Luar Negeri Taiwan, Joseph Wu, memang mengatakan bahwa negaranya siap berperang dengan China. Namun, Schuster menganggap Taiwan akan kesulitan jika harus mengimbangi kekuatan pasukan udara China.
"Sebagian besar armada tempur Taiwan berusia hampir 30 tahun. Setiap pertempuran akan menekan kerangka pesawat. Seiring usia pesawat bertambah, material pada struktur kerangka udara mereka akan kelelahan," kata Schuster.
China, lanjutnya, mungkin berharap bahwa serangannya belakangan ini dapat membuat Taiwan memilih antara memberlakukan batasan manuver pada pesawat tempurnya atau benar-benar mengeliminasi jet-jet usang tersebut untuk diperbaiki.
[Gambas:Photo CNN]
Namun, pengamat dari Griffith Asia Institute Australia, Peter Layton, mengatakan bahwa Taiwan mungkin tak akan bereaksi atas provokasi China itu.
Ia memperhatikan bahwa Taiwan saja tak menggunakan foto-foto China saat kejadian ketika mengumumkan insiden di ADIZ tersebut. Berarti, Taiwan tak perlu repot-repot mengerahkan tenaga untuk mengetahui jenis pesawat yang digunakan China.
"Taiwan, bagaimanapun, menerbitkan data terperinci yang mencakup jenis pesawat PLAAF. Ini berarti (militer Taiwan) dapat mengidentifikasi jenis pesawat dengan cara non-visual, yaitu sarana elektronik jarak jauh," katanya.
[Gambas:Video CNN]
Meski masih jauh dari saling serang, para pengamat sepakat bahwa manuver China belakangan ini memberikan sinyal kuat bahwa mereka siap menyerang.
"Itu adalah pesan yang kuat; yang menyertai dan memperkuat retorika ancaman China," ucap ahli hubungan Indo-Pasifik dari Universitas Webster, Lionel Fatton.
Di tengah ancaman ini, Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, sendiri mengaku bahwa sebenarnya ia tak ingin "mencari konfrontasi militer.
"Taiwan berharap hidup berdampingan secara damai, stabil, dapat diprediksi, dan saling menguntungkan dengan tetangganya. Namun, Taiwan juga akan melakukan apa pun untuk mempertahankan kebebasan dan cara hidup demokratisnya," katanya.
[Gambas:Photo CNN]