Taliban dilaporkan memukuli jurnalis yang sedang meliput demonstrasi perempuan di Ibu Kota Afghanistan, Kabul, dengan gagang senapan.
Penyerangan itu terjadi ketika sekitar 20 demonstran perempuan sedang berjalan dekat gedung Kementerian Pendidikan ke Kementerian Keuangan.
Salah satu jurnalis asing yang meliput aksi tersebut diserang dengan gagang senapan oleh anggota Taliban. Ia juga melontarkan sumpah serapah serta menendang punggung fotografer tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, sejumlah anggota Taliban lain juga ikut memukuli fotografer asing tersebut. Selain itu, setidaknya dua jurnalis lain juga dipukuli ketika berusaha kabur dari kejaran Taliban.
Saat itu, sekitar 20 perempuan yang mengenakan jilbab warna-warni tersebut dilaporkan menggelar aksi sekitar pukul 10.00 dan menyebabkan kemacetan.
Mereka memakai jilbab warna-warni dan menyebabkan kemacetan lalu lintas, sebelum pukul 10.00 pagi waktu setempat. Taliban mengizinkan para perempuan itu menggelar aksi sekitar satu jam setengah.
Seorang demonstran mengatakan bahwa salah satu tuntutan mereka, "Jangan politisasi pendidikan."
"Kita tak punya hak untuk belajar dan bekerja, dan menganggur, miskin dan lapar," kata demonstran itu.
Beberapa anggota Taliban mengawal aksi itu. Mereka mengenakan perlengkapan tempur kamuflase lengkap, termasuk pelindung tubuh, helm, dan pelindung lutut.
Beberapa yang lain mengenakan pakaian tradisional Afghanistan. Mereka juga melengkapi diri dengan senapan serbu M16 buatan AS dan AK-47.
Salah satu inisiator aksi, Zahra Mohammadi, mengatakan bahwa para perempuan tetap melakukan aksi meskipun mereka menghadapi risiko.
"Sekolah harus dibuka untuk perempuan, tapi Taliban merenggut hak itu dari kami," katanya.
Sekolah menengah untuk anak-anak perempuan memang telah ditutup selama lebih dari sebulan. Banyak perempuan pula dilarang kembali bekerja sejak Taliban menguasai Afghanistan pertengahan Agustus lalu.
"Pesan saya untuk semua anak-anak perempuan dan perempuan adalah ini: 'Jangan takut dengan Taliban, bahkan jika keluargamu tak mengizinkan kamu meninggalkan rumah," ucap Mohammadi.
Ia terus menyerukan agar tak takut dan keluar rumah sebagai cara mengakhiri penderitaan.
"Berjuang untuk hak-hak kamu. Kita harus membuat penderitaan ini (berakhir) sehingga generasi ke depan akan damai," tuturnya.
Anak-anak juga terlihat di tengah kerumunan aksi tersebut, meskipun tak jelas mereka ikut serta dalam demonstrasi itu atau tidak.
Sejak Taliban memimpin, beberapa kali protes perempuan meletus di Afghanistan. Para demonstran menentang kelompok itu dan menuntut hak-haknya dipenuhi, terutama hak agar bisa kembali bekerja dan belajar.
Penduduk Afghanistan saat ini disebut lebih berani ketimbang saat Taliban memimpin medio 1990-an.
(isa/has)