Jakarta, CNN Indonesia --
Sebagai negara rentan banjir, pemerintah Belanda selalu putar otak untuk mencegah bencana. Kini, mereka membiarkan air hujan yang sudah menumpuk mengalir ke lahan warga. Penduduk pun rela membantu pemerintah.
Belanda mulai mengubah taktiknya dalam beberapa waktu belakangan. Mereka sadar tak bisa lagi melakukan cara yang sama di tengah perubahan iklim.
Dulu, Belanda mengandalkan tanggul dan tembok untuk menjaga agar warganya tak terkena banjir. Namun, pemerintah Belanda memutuskan untuk menghancurkan tembok penahan air dan merelokasi warganya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anneke van Lelieveld, salah satu warga Belanda yang tinggal di daerah Sungai New Merwede, menceritakan pengalamannya.
"Perasaan saya campur aduk karena itu (daerah sungai tempat tinggalnya) merupakan daerah tempat tinggal tetangga saya," kata van Lilieveld kepada CNN.
"Saya sedih karena saya tahu betapa sedihnya tetangga saya kala itu, karena dia memberikan tanahnya."
Van Lelieveld bercerita, tanah yang dahulu merupakan perkebunan milik tetangganya, kini tertutupi air karena pemerintah sengaja menghancurkan tembok penahan dan mengubahnya menjadi tanggul. Lahan itu dibiarkan tergenang supaya daerah itu mampu menyerap air kala sungai meluap.
Dengan cara ini, Belanda tak lagi mencegah air masuk ke daerah perumahan, tapi membiarkan aliran itu melewati sungai tanpa halangan tembok penahan.
Walaupun pada akhirnya lahan itu tak dapat digunakan untuk pertanian, Van Lilieveld bisa hidup di sekitar daerah itu tanpa terancam banjir. Tanggul itu menjaga rumah Van Lilieveld dan beberapa jalan tetap kering.
Pengalihfungsian daerah ini merupakan bagian dari proyek penanganan iklim yang dinamai "Ruang untuk Sungai" oleh pemerintah setempat.
Baca penjelasan proyek pemerintah Belanda di halaman berikutnya >>>
Mereka menyadari manfaat daerah dataran rendah di sebelah sungai mampu menyerap air kala hujan deras melanda. Pemerintah pun memutuskan untuk merelokasi beberapa warga yang tinggal di sekitar sungai.
Masyarakat Belanda yang memberikan rumah dan lahan mereka bukan melakukan hal itu untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk kebaikan bersama. Mereka rela mengorbankan lahan agar orang yang tinggal di wilayah hulu dan hilir sungai bisa hidup tentram.
Proyek ini membuat sungai di Belanda bisa menyerap 25 persen air lebih banyak daripada 1995. Proyek ini dianggap sebagai bukti kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah iklim.
Mantan pengelola proyek penanganan banjir untuk pemerintah Belanda, Hans Brouwer, mengatakan bahwa banjir besar yang terjadi di negara itu pada 1993 dan 1995 menjadi 'panggilan' baginya untuk mengubah cara penanganan banjir.
"Selama beberapa dekade, kita fokus akan laut, dan (bagaimana) cara kita bertahan dari gelombang badai," cerita Brouwer.
"Dan kami terkejut pada sungai kami. Pada 1995, kami memutuskan untuk mengevakuasi seperempat juta orang. Itu benar-benar mengesankan."
[Gambas:Video CNN]
Banjir besar di Belanda pada 1995 itu ternyata bertepatan dengan perilisan laporan pertama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai perubahan iklim.
"Anda menyadari bahwa kami bisa mendapatkan luapan air yang lebih banyak dari sungai, dan di saat yang sama akan sulit untuk mengatasi luapan itu karena kenaikan permukaan laut," ujar Brouwer.
Kini, van Lelieveld mengaku senang dengan program pemerintah tersebut. Juli lalu, ia melihat sungai mulai meluap, tapi tak masalah karena air tak akan mencapai rumahnya berkat program pemerintah.
"Pada saat itu, Anda bisa melihat fungsi wilayah itu, karena kami tidak memiliki masalah dengan kenaikan air di sini. Saya harap masyarakat mengerti apa yang saya korbankan untuk itu," katanya.