Jika mau ditarik ke beberapa dekade sebelumnya, perkawinan anak memang sudah cukup menurun di India. Pada 1970, sebanyak 74 persen anak perempuan dinikahkan sebelum ulang tahun ke 18 dan 42 persen sebelum usia 15 tahun.
Pada 2015, angka ini 'drop' sampai 27 persen dan 7 persen. Tren ini muncul berkat akses pendidikan yang baik dan pesan yang beredar bahwa perkawinan anak adalah ilegal.
Meski demikian, Bharti menyebut masih ada banyak anak perempuan atau korban yang tidak terdeteksi. Perkawinan anak subur karena tawaran status dan keamanan. Ia ingin korban-korban yang ia tolong tahu mau dibawa ke mana hidup mereka hingga mereka menikah atas keputusan sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya bilang ke mereka bahwa saya hanya akan mengambil kasus mereka jika mereka berjanji mau melanjutkan pendidikan. Saya ingin mereka di tempat di mana mereka bisa bersuara untuk diri mereka dan protes jika mereka ditekan untuk dinikahkan lagi yang bertentangan dengan keinginan mereka," ujarnya.
Pada 2015, pernikahan Devi dibatalkan. Proses pembatalan mengharuskan Devi tinggal bersama Bharti yang di kemudian hari tempat ini jadi tempat penampungan. Buatnya, melanjutkan pendidikan dan bersama Bharti dengan reputasi tinggi, memberinya kepercayaan diri untuk mulai kembali ke kampung halamannya.
Ia yang sekarang bekerja di perusahaan asuransi kerap pulang kampung dan menginisiasi perubahan demi perubahan di desanya.
"Awalnya, orang takut jika mereka mendengar tentang saya mengunjungi; mereka pikir saya akan memanggil didi. Gadis-gadis muda sering datang kepada saya jika mereka pikir pernikahan anak akan terjadi. berlangsung dan saya memberi mereka nomor didi," katanya.
Memberikan manfaat, kehidupan serta menunjukkan masa depan buat sesama kaum perempuan mungkin terdengar indah. Namun Bharti juga tidak lepas dari risiko terkait perjuangannya. Kesulitan makan mungkin biasa dia alami, begitu pula dengan ancaman-ancaman dari pihak-pihak yang menentangnya.
Dia enggan melapor polisi sebab ini bisa mempersulit dia untuk berinteraksi dengan orang-orang yang perlu bantuan. Risiko terpampang jelas tetapi ia tetap berjalan.
"[Hukum sebelumnya telah melupakan] tentang gadis-gadis setelah mereka menikah, tetapi merekalah yang paling membutuhkan bantuan kita ... Tidak ada yang abadi, jadi jika saya dapat membantu bahkan 10 gadis di sepanjang jalan, saya senang mengambil risiko," katanya.
(els/bac)