Nazer menuturkan bahwa setiap hari sejak November lalu, para pengungsi selalu menggelar aksi di depan kantor UNHCR. Biasanya, sekitar 90 persen dari keseluruhan imigran lajang di Pekanbaru akan ikut serta, bersama sejumlah pengungsi lain yang membawa keluarganya.
"Belum ada respons dari UNHCR. Kami sudah menggelar aksi duduk di depan kantor UNHCR dan IOM selama 25 hari sekarang, tapi tak ada yang pernah menanyakan keluhan kami," tutur Nazer.
Tak hanya di Pekanbaru, para pengungsi di Medan juga menggelar aksi serupa di depan kantor UNHCR di ibu kota Sumatra Utara tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena putus asa atas ketidakjelasan nasibnya, seorang pengungsi di Medan sampai-sampai melakukan aksi bakar diri di depan kantor UNHCR pekan lalu.
Dalam kisruh ini, UNHCR dan IOM memang menjadi sorotan. Pasalnya, Indonesia bukan pihak yang menandatangani konvensi pengungsi sehingga tak memiliki kewajiban untuk menampung imigran.
Para imigran yang ada di Indonesia saat ini hanya ditampung sementara untuk disalurkan ke negara ketiga.
Masalah kian pelik karena saat ini sekitar 20 negara yang seharusnya menerima pengungsi juga sedang kebanjiran imigran akibat berbagai konflik belakangan ini.
Menurut UNHCR, puluhan negara itu hanya bisa menerima sekitar 1,5 persen dari 26 juta total pengungsi di seluruh dunia. Itu pun hanya dari kalangan tertentu.
"Mereka hanya menerima pengungsi yang paling rentan. Kondisi ini berdampak negatif terhadap potensi pemukiman kembali para pengungsi di seluruh dunia, termasuk Indonesia," tutur perwakilan UNHCR kepada CNNIndonesia.com.
(has/bac)