Tak hanya keluarga Aziz Gul, keputusasaan juga menghampiri keluarga Hamid Abdullah. Sama seperti Aziz Gul, Abdullah terpaksa menjual anaknya demi membiayai istrinya yang sakit dan tengah mengandung anak kelima.
"Kami tidak memiliki makanan untuk dikonsumsi," tutur Abdullah.
Istrinya, Bibi Jan, mengatakan mereka tak memiliki pilihan lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika kami memutuskan ini (menjual anak), itu rasanya seperti seseorang telah mengambil bagian dari tubuh saya," kata Bibi Jan.
Di daerah Badghis, ada pula keluarga yang tengah mempertimbangkan menjual anak laki-laki 8 tahun mereka, Salahuddin.
Ibunya, Guldasta, mengatakan pada suaminya untuk membawa Salahuddin ke bazaar dan menjual anak itu karena mereka tak memiliki makanan selama berhari-hari.
"Saya tidak ingin menjual anak saya, tetapi saya harus," kata Guldasta.
Setidaknya 23 juta warga di Afghanistan mengalami kelaparan ekstrem, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebanyak satu juta anak di bawah 5 tahun juga terancam meninggal dunia karena kelaparan.
Kondisi yang sangat parah itu membuat beberapa rumah sakit, yang tak memiliki dana untuk membeli bahan bakar, terpaksa menebang pohon demi menghangatkan kamar pasien. Beberapa kelompok bantuan juga memperingatkan situasi ini akan semakin parah jika komunitas internasional tak bertindak.
Di Rumah Sakit Provinsi Ghor, hampir 100 ibu dan anak datang tiap harinya untuk melakukan pengobatan malnutrisi. Mereka juga mencari pengobatan terhadap penyakit seperti campak, diare, batuk, dan pilek.
"Hari demi hari, situasinya memburuk di negara ini, dan terutama anak-anak menderita," kata Asuntha Charles, direktur nasional organisasi kemanusiaan World Vision di Afghanistan.
"Hari ini saya sangat sedih karena mengetahui ada keluarga yang bersedia menjual anak-anak mereka untuk memberi makan anggota keluarga lainnya," tutur Charles.