Kebijakan tiga anak adalah sesuatu yang tidak terduga, setelah Partai Komunis China membatalkan kebijakan satu anak. Kebijakan ini memunculkan pelanggaran hak asasi manusia selama beberapa dekade, termasuk aborsi paksa dan sterilisasi jangka panjang, serta pemantauan kesuburan perempuan secara luas oleh pejabat.
"Kebijakan itu tidak ada artinya tanpa gagasan tentang bagaimana mereka akan diterapkan dan berapa banyak uang yang harus dikeluarkan pemerintah," ujar profesor Sejarah dan Studi Wanita dan Gender di Universitas Michigan, Wang Zheng.
Masalah utamanya adalah, Wang belum melihat dokumentasi pemerintah yang meninjau kesalahan kebijakan satu anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tanpa proses refleksi seperti itu, bagaimana mereka memastikan bahwa mereka tidak membuat kesalahan besar dalam kebijakan publik reproduktif?" lanjutnya.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Enam Orang Tewas di Danau Brasil hingga Ribut Rusia-AS soal Kazakhstan |
Kebijakan banyak anak itu memunculkan kekhawatiran akan 'represi' negara terhadap perempuan.
Peneliti hukum Asia Universitas Georgetown, Zhao Sile, mengatakan cara-cara otoriter pernah digunakan untuk mengawasi sistem reproduksi perempuan dan membatasi kelahiran selama kebijakan satu anak. Cara-cara itu juga dapat digunakan untuk membuat mereka memiliki lebih banyak anak.
"Yang mengkhawatirkan, China bukan masyarakat demokratis, jadi ada kemungkinan tidak menyesuaikan kebijakannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya. Sebaliknya, itu mungkin menggunakan cara otoriter (untuk mengimplementasikannya). kata Zhao kepada RFA.
Langkah selanjutnya akan bergantung pada cara negara mengadopsi kebijakan yang lebih wajib soal persalinan. Misalnya, soal bonus dan promosi, pembatasan akses ke kontrasepsi dan aborsi.
Pada akhir Juni, Biro Statistik di kota Yueyang Hunan, mengeluarkan arahan yang meminta para pejabat mendorong pasangan untuk melahirkan, memperpendek jarak antara anak kedua dan ketiga.
"Sistem otoriter dan patriarki China sedang menghadapi konflik serius dengan evolusi perempuan modern yang lebih individualistis," kata Zhao.
(isa/bac)