Menurut anggota parlemen daerah Kotapraja Kalay, pamflet yang dijatuhkan pada 27 Desember ditemukan di antara mayat warga sipil.
"Saya ingin memberitahu mereka untuk bersiap menghadapi hukuman yang menanti mereka atas kejahatan keji mereka," katanya soal para jenderal yang mengobarkan perang terhadap warga sendiri.
Di Kotapraja Kani, pamflet propaganda jadi bahan ejekan untuk membuat warga biasa melawan pasukan anti-rezim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini hanya perang psikologis. Tapi kita bukan lagi di tahun 1988. Ini zamannya internet," ujar salah satu anggota PDF Kani.
Faktanya adalah, mereka tak punya kendali penuh atas orang sekarang, jadi itu berarti mereka benar-benar, kehabisan pilihan.
Petugas informasi untuk kelompok lain yang berbasis di Kotapraja Myinmu menggemakan sentimen ini.
Selebaran itu, katanya, tak berdampak banyak di antara orang-orang yang sangat menderita di bawah kekuasaan militer.
"Apakah mereka pikir orang cukup bodoh untuk memakan propaganda mereka? Tidak ada kata-kata untuk menggambarkan kebencian yang dimiliki rakyat Myanmar," katanya.
Anggota parlemen regional Sagaing mencatat kampanye pamflet dimulai sekitar waktu yang sama ketika junta kehilangan akses terakhirnya ke Facebook.
"Sekarang Facebook menutup halaman yang berafiliasi dengan junta, mereka tidak dapat lagi menyebarkan propaganda mereka melalui media sosial. Itu sebabnya mereka terpaksa menjatuhkan pamflet dari helikopter," katanya.
Militer masih memiliki kendali atas media pemerintah, dan juga memiliki media sendiri. Namun, sebagian besar, junta tak menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi di Myanmar.
(isa/bac)