Pembangunan museum Holocaust di Minahasa, Sulawesi Utara baru-baru ini menjadi perdebatan publik.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendesak pembangunan museum itu agar dihentikan.
MUI menganggap pembangunan itu menyakiti masyarakat Palestina. Sebab, Palestina saat ini masih "dijajah" oleh Israel yang merupakan negara mayoritas umat Yahudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Hadassah of Indonesia, organisasi yang bergerak terkait isu Yahudi dan Israel menyebut tidak ada Museum Holocaust di Minahasa. Barang-barang terkait Holocaust yang dipamerkan di Minahasa disebut hanya untuk kepentingan pameran yang berlangsung selama satu tahun.
Museum Holocaust sebenarnya banyak didirikan di berbagai negara, terutama negara Barat, untuk memperingati masa kelam pembantaian jutaan umat Yahudi di Eropa oleh tentara Nazi Jerman zaman Perang Dunia II.
Saat itu, umat Yahudi di negara-negara Eropa bersembunyi dan berupaya kabur ke luar negeri untuk menyelamatkan diri.
Tak sedikit umat Yahudi saat itu selamat akibat pertolongan dari pahlawan-pahlawan yang tak terduga, salah satunya dari saudara umat Muslim.
Di Hari Peringatan Holocaust pada 2017 lalu, sebuah organisasi nir-laba berbasis di New York, I Am Your Protector, menggelar pameran berisikan cerita-cerita soal umat Muslim yang berani mengambil risiko untuk menyelamatkan orang Yahudi dari persekusi selama Perang Dunia II.
Sebagai contoh, I Am Your Protector menceritakan kisah seorang Muslim bernama Khaled Abdul-Wahab menampung puluhan umat Yahudi di Tunisia yang lari mencari perlindungan.
Putra seorang sejarawan Tunisia terkenal itu berusia 32 tahun ketika Jerman menduduki Tunisia. Saat itu, Abdul-Wahab bertugas menjadi perantara bicara antara pasukan Nazi dan penduduk kota pesisir Mahdia.
Suatu hari, Abdul-Wahab mendengar pasukan Nazi Jerman berencana memperkosa seorang perempuan Yahudi lokal, Odette Boukhris.
Dikutip Jerussalem Post, Abdul-Wahab segera menyembunyikan Boukhris dan keluarganya, bersama dengan sekitar dua lusin keluarga Yahudi lainnya di pertaniannya di luar kota Mahdia.
Puluhan umat Yahudi itu pun tinggal di persembunyian Abdul-Wahab selama empat bulan sampai pendudukan Jerman berakhir di Tunisia.
Seorang diplomat Iran, Abdol Hossein Sardari, juga dianggap berjasa bagi banyak kaum Yahudi yang ia selamatkan dari peristiwa kelam Holocaust. memberikan paspor bagi ribuan umat Yahudi agar dapat melarikan diri dari tentara Nazi.
Sardari kerap disebut sebagai "Oskar Schindler dari Iran" lantaran jasanya menyelamatkan ribuan umat Yahudi di Prancis dari target tentara Nazi.
Saat itu, Sardari bekerja sebagai konsul jenderal Iran di Paris. Ia berhasil menggagalkan upaya tentara Nazi mengeksekusi ribuan umat Yahudi keturunan Iran di Prancis.
Ketika Nazi mulai menerapkan undang-undang anti-Yahudi di Prancis, Sardari menggunakan pasal-pasal di dalam hukum itu untuk meyakinkan Nazi bahwa kelompok Yahudi Iran itu sebenarnya Arya dan tidak termasuk undang-undang Reich.
Dilansir dari The Independent, Sardari lantas memberikan paspor kepada sedikitnya 2.000 umat Yahudi tersebut tanpa persetujuan pemerintah pusat agar dapat lari ke luar Prancis.