Pengamat menyoroti negara-negara Asia Tenggara yang mempertahankan anggaran pertahanannya meski dilanda pandemi Covid-19. Menurutnya, ini merupakan bukti ada ketegangan di kawasan.
"Kita melihat banyak negara mengalami penurunan ekonomi selama dua tahun terakhir, atau setidaknya di tahun awal pandemi. Jika kita melihat di banyak negara Asia Tenggara, anggaran pertahanannya tetap stabil," kata Ketua Profesor Geopolitik Universitas Politeknik Filipina, Richard Heydarian, dalam diskusi FPCI, Kamis (10/2).
Ia kemudian berkata, "Kenapa negara-negara meningkatkan anggaran pertahanan mereka meski ekonomi mereka tidak terlalu baik? Jadi mungkin itu memberikan kita pengetahuan akan dinamika persepsi terkait ancaman di kawasan."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Belakangan, ketegangan di sekitar Asia Tenggara memang meningkat, terutama akibat pergerakan militer China di perairan Laut China Selatan.
Lihat Juga : |
Untuk mengimbangi pengaruh China ini, Amerika Serikat menggandeng Inggris dan Australia untuk membentuk kesepakatan pertahanan yang dikenal sebagai AUKUS.
Sebagai bagian dari kesepakatan itu, Australia bakal membangun kapal selam bertenaga nuklir dengan bantuan teknologi dari AS. Kehadiran variabel nuklir ini dianggap dapat menambah ketegangan di Indo-Pasifik.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, khawatir kesepakatan AUKUS ini dapat meningkatkan tensi di kawasan Indo-Pasifik.
"Di luar Asia Tenggara, Indo-Pasifik, Indonesia melihat dan mengkhawatirkan meningkatnya tensi di antara negara-negara besar," ujar Retno di sela sidang Majelis Umum PBB pada September 2021.
Sementara itu, Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yaakob, juga sempat mengungkapkan kekhawatirannya atas kesepakatan AUKUS.
Yaakob menilai kesepakatan ini dapat memprovokasi kekuatan lain untuk bertindak lebih agresif, terutama di LCS.