Presiden COP26 Berharap RI Jadi Pelopor Nol-Emisi Karbon

CNN Indonesia
Jumat, 18 Feb 2022 00:40 WIB
Presiden Konferensi Perubahan Iklim (COP26), Alok Sharma, berharap Indonesia menjadi negara pelopor nol-emisi karbon.
KTT Cop26 di Glasgow, Skotlandia. (Reuters/Phil Noble)
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Konferensi Perubahan Iklim (COP26), Alok Sharma, berharap Indonesia menjadi negara pelopor nol-emisi karbon.

"Indonesia bisa menjadi negara yang memimpin sebuah keputusan bersejarah, yaitu G20 yang memprioritaskan agenda 'net-zero'. 18 dari 20 (negara G20) telah berkomitmen dalam mencapai misi net-zero secara formal, sehingga Indonesia memiliki peluang yang besar dalam menyokong agenda ini," kata Alok dalam rilis pers Komunitas Politik Luar Negeri Indonesia (FPCI), Kamis (17/2).

Selain itu, Alok menyoroti tanggung jawab Presidensi G-20 yang kini dipegang Indonesia. Ia berharap Indonesia dapat bekerja sama dengan presidensi Inggris di COP26 untuk sama-sama mendorong isu pengurangan emisi di 2030.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, komitmen Indonesia atas target emisi nol dunia sempat diutarakan Presiden RI, Joko Widodo, kala berpidato di acara COP26.

"Indonesia akan dapat berkontribusi lebih cepat bagi nett zero emission dunia. Pertanyaannya, seberapa besar kontribusi negara maju untuk kami? Transfer teknologi apa yang bisa diberikan? Ini butuh aksi, butuh implementasi secepatnya," tutur Jokowi pada November 2021.

Selain meminta dukungan teknologi dari negara-negara lain, Jokowi juga menegaskat skema carbon market dan carbon price sebagai penanganan masalah iklim.

Meski RI berencana mengurangi emisi karbon di dunia, Indonesia masih menggunakan batu bara sebagai sumber energinya.

Menurut Aktivis lingkungan dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Merah Johansyah, ketergantungan RI terhadap batu bara tak lepas dari bisnis tokoh politik negara.

"Pertama karena pemerintah Indonesia memang tidak sungguh-sungguh ingin meninggalkan energi fosil dan batu bara. Karena pemerintah Indonesia sendiri disandera oleh banyak kepentingan. Kepentingan pertama ada kepentingan politik ekonomi. Pelaku bisnis batu bara itu juga duduk sebagai para pelaku politik di Indonesia," kata Johansyah.

Berbeda dengan Johansyah, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Darma, menilai alasan Indonesia sulit beralih ke energi baru terbarukan (EBT) disebabkan oleh banyak faktor, seperti finansial masyarakat, teknologi, serta ketersediaan bahan dasar EBT itu sendiri.

Sementara itu, Koordinator Aksi Ekonomi dan Emansipasi Rakyat (AEER) Pius Ginting, mengatakan sumber batu bara yang melimpah membuat RI sulit melepaskan diri dari energi tersebut.

"Alasannya tentu karena Indonesia punya resources batu bara, ada di Kalimantan dan Sumatra Selatan, dan Indonesia kan sebagai pengekspor batu bara terbesar di dunia, karena ada batu bara itu lah. Kalau gak ada batu bara, tentunya, seperti misalnya Filipina, itu lebih mudah untuk transisi keluar dari batu bara," kata Pius.



(pwn/bac)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER