PBB soal Pasukan Rusia di Donetsk-Luhansk: Bukan Jaga Perdamaian
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, mengkritik pengerahan pasukan Rusia ke Donetsk dan Luhansk, dua wilayah di timur Ukraina yang dikuasai separatis pro-Moskow.
Presiden Vladimir Putin sebelumnya berdalih pasukan Rusia yang dikerahkan ke Donetsk dan Luhansk merupakan pasukan penjaga perdamaian. Namun, menurut negara Barat dan Guterres, setiap pasukan yang dikerahkan Rusia ke wilayah Ukraina bukan lah pasukan penjaga perdamaian.
Lihat Juga : |
"Saya prihatin dengan penyimpangan konsep pasukan penjaga perdamaian," kata Guterres kepada wartawan, seperti dikutip Reuters, Rabu (23/2).
Ia kemudian berujar, "Saat pasukan satu negara memasuki wilayah negara lain tanpa persetujuan, mereka bukan penjaga perdamaian yang netral. Mereka sama sekali bukan penjaga perdamaian."
Guterres juga menyatakan Rusia telah melanggar integritas dan kedaulatan Ukraina dengan mengakui Donetsk dan Luhansk sebagai wilayah yang merdeka.
Lihat Juga : |
Pada Senin (21/2) lalu, Presiden Putin mengakui kemerdekaan dua wilayah itu. Ia lalu meneken dekrit untuk mengerahkan pasukannya ke Ukraina timur dengan dalih menjaga perdamaian.
Tindakan Putin semakin menambah ketegangan yang sudah besar dan memicu kecaman internasional. Barat juga tak segan menjatuhkan sanksi finansial ke Rusia usai pengakuan dan upaya agresi itu.
Konflik Rusia-Ukraina bermula saat Moskow mengerahkan ratusan ribu pasukan dan peralatan tempur di perbatasan Ukraina. Amerika Serikat menuding mereka akan melakukan invasi kapan saja dengan dalih operasi bendera palsu atau false flag operation.
Lihat Juga :KILAS INTERNASIONAL Rusia Diklaim Mulai Invasi Ukraina hingga Dubes Saudi Blak-blakan |
False flag operation merupakan sebuah operasi serangan palsu seolah-olah pihak tertentu yang melakukan, padahal dari pihak sendiri.
Konflik lalu meluas ke wilayah Donbass dekat Donetsk dan Luhansk, yang mana kelompok separatis mengklaim diserang pasukan Ukraina. Kiev membantah tuduhan ini. Mereka kemudian saling serang.
Melihat krisis yang terus meningkat, Guterres meminta semua pihak menahan diri.
"Saya mendesak semua untuk menahan diri dari tindakan dan pernyataan yang akan membawa situasi berbahaya ini ke jurang," tegas dia.