Amnesty International menganggap Amerika Serikat menzalimi warga Afghanistan karena membekukan aset Taliban yang kini memerintah negara itu.
"Pada 11 Februari, Administrasi (Presiden) Joe Biden memberikan US$3,5 juta aset Afghanistan yang dibekukan kepada keluarga korban serangan September 2022. Keputusan ini tidak logis dan zalim. Itu harus dibalik," demikian pernyataan Amnesty International, Rabu (16/2), dikutip dari rilis tersebut.
Menurut Amnesty International, aset Afghanistan yang dibekukan AS ini bukan hanya semata-mata milik Taliban ataupun pelaku dari Serangan 11 September 2001 yang juga dikenal sebagai serangan 9/11.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dana ini, yang didapatkan selama lebih dari 20 tahun, merupakan milik warga Afghanistan dan jumlah keseluruhannya harus disediakan untuk menghidupkan kembali ekonomi Afghanistan saat keadaan mendesak," lanjut pernyataan itu.
Seperti diketahui, krisis ekonomi di Afghanistan memburuk. Beberapa orang tua harus menjual anak mereka demi mendapatkan uang. Banyak juga anak yang mengalami malnutrisi karena kekurangan makanan.
Taliban, yang kini berkuasa atas negara itu, kerap mendesak dunia internasional untuk mencairkan aset Afghanistan demi mengatasi krisis ekonomi berkepanjangan ini.
Amnesty International menilai Taliban merupakan salah satu alasan warga Afghanistan kini menderita. Sejak mereka menjabat, Taliban mengisi bangku pemerintahan dengan orang-orang yang kurang memiliki pengalaman teknis. Perempuan juga tak diizinkan bekerja, kecuali dalam sektor tertentu seperti layanan kesehatan.
Tak hanya Taliban, administrasi Biden juga turut memperparah situasi di Afghanistan. Keputusan Gedung Putih untuk membekukan aset pemerintah Afghanistan dan menghentikan pembangunan membuat situasi di negara itu semakin buruk.
"Pendekatan pemerintah AS secara fungsional telah mengunci Afghanistan dari sistem keuangan global, dan juga membantu memicu krisis likuiditas yang membuat warga Afghanistan hampir tak mungkin membeli makanan. Bersamaan dengan itu, Afghanistan juga mengalami krisis inflasi yang membuat harga makanan meningkat secara signifikan," ujar organisasi tersebut.
Meski Afghanistan telah mendapatkan bantuan dari beberapa organisasi dunia, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bantuan yang lebih besar diperlukan untuk mencegah ekonomi di negara itu runtuh.
"Mengingat warga Afghanistan menghadapi keruntuhan ekonomi yang mungkin akan dikenang dalam sejarah, lebih banyak tindakan harus dilakukan untuk meringankan penderitaan mereka," lanjut pernyataan ini.
"Jika pemerintah AS ingin mencegah kelaparan massal yang menimpa sebuah negara dengan 39 juta penduduk, mereka harus bergegas. Pemimpin kebijakan tidak bisa berpura-pura mengatakan mereka tak memiliki opsi dan membiarkan Afghanistan mati karena kelaparan dan penyakit."