Jakarta, CNN Indonesia --
Invasi Rusia di Ukraina memasuki pekan kedua. Namun, Moskow terus melakukan gempuran di negara Eropa Timur itu, meski sempat sepakat gencatan senjata sementara. Lalu apakah yang bisa membuat Rusia berhenti menginvasi Ukraina?
Salah satu pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Jakarta, Achmad Ubaedillah, mengatakan Rusia baru akan berhenti invasi jika Barat setop memprovokasi Ukraina menjadi bagian Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
"Pada saat yang sama Ukraina juga menghentikan harapannya terhadap bantuan Barat atau anggota NATO, selain bersedia berunding kembali dengan Rusia," kata Ubaedillah kepada CNNIndonesia.com, Selasa (8/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain provokasi, Amerika Serikat dituduh turut intervensi atas konflik yang terjadi di Ukraina. Beberapa pihak, juga menyebut Washington menyebabkan krisis yang terjadi di negara eks Uni Soviet itu.
Sementara itu, NATO menyatakan pintu tetap terbuka bagi Ukraina jika ingin bergabung. Padahal, ketika itu, Kiev dilaporkan membatalkan niat untuk masuk ke aliansi militer tersebut.
Beberapa pengamat lain menyatakan Ukraina sebaiknya menjadi negara penyangga dengan tetap memenuhi kepentingan NATO dan Rusia.
Jika Ukraina berhenti mengharapkan bantuan dari Barat atau NATO, Ubaedillah menilai Kiev bisa ditentukan sebagai zona netral, sehingga tak hanya bertumpu pada Rusia.
"Untuk hal ini Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) harus turun tangan. Tentu berharap Ukraina bertumpu kepada Rusia pun tidak adil bagi Ukraina," tutur dia.
Hal lain yang bisa menghentikan perang di Ukraina, menurut Ubaedillah yakni gencatan senjata.
"Gencatan senjata harus segera dilakukan demi kemanusiaan dan meluasnya dampak perang," kata dia lagi.
Episode akhir perang Rusia vs Ukraina tergantung sikap Barat, baca di halaman berikutnya...
Ukraina dan Rusia tercatat sudah tiga kali melakukan perundingan untuk menghentikan perang. Namun pertemuan itu tak menuai hasil yang signifikan.
Pertemuan terakhir berlangsung pada Senin (7/3), Rusia sepakat gencatan senjata sementara, terutama di dua kota untuk memberi ruang warga sipil evakuasi.
Rusia juga bakal menghentikan serangan di lima kawasan Ukraina untuk membuka koridor kemanusiaan. Namun, sejumlah pihak ragu karena Rusia menembaki warga yang sedang evakuasi akhir pekan lalu.
Penembakan terjadi di beberapa titik, termasuk Mariupol dan Volnovkha. Padahal, Rusia dan Ukraina sudah menyepakati gencatan senjata di kedua kota tersebut.
Meskipun Rusia dianggap mengkhianati kesepakatan itu, Ubaedillah menilai manuver tersebut bagian dari proses damai. Ia terus menekankan agar Barat tak lagi memprovokasi Ukraina
"Yang lebih utama adalah sikap Barat (Amerika Serikat, khususnya) yang menghentikan provokasi," kata dia.
Invasi Berhenti jika Ukraina Dikendalikan Kremlin
Sementara itu, pengamat dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhadi Sugiono, menilai invasi Rusia baru akan berhenti jika Ukraina berada di bawah kendali Kremlin.
"Keinginan Rusia adalah menjadikan Ukraina berorientasi ke Rusia dan tidak sebaliknya," kata Muhadi.
Pemerintah Ukraina, lanjutnya, bisa jatuh ke tangan Rusia dan digantikan oleh pemerintah boneka. Namun, bukan berarti perlawanan otomatis berhenti.
Ia juga menegaskan, yang betul-betul bisa menghentikan invasi Rusia ke Ukraina hanya Putin. Namun, ada alternatif lain yaitu jika perang mengalami eskalasi dan NATO terlibat di dalamnya.
Namun, alternatif ke dua amat berisiko menimbulkan Perang Dunia III. Muhadi juga memperkirakan sangat mungkin aliansi militer itu terlibat dalam perang yang berkecamuk di Ukraina.
"Sangat mungkin (NATO terlibat). Jika perang yang sekarang mengalami eskalasi dan entah sengaja atau tidak mengenai salah satu anggota NATO, perang bisa berkembang melibatkan NATO. Peluangnya sangat (besar) terutama jika senjata nuklir digunakan," papar dia.