Jakarta, CNN Indonesia --
Sejak Presiden Rusia, Vladimir Putin, meluncurkan invasi skala besar ke Ukraina, sejumlah negara tetangga mulai cemas bakal menjadi sasaran Putin selanjutnya.
Potensi perang besar Eropa pun bisa kembali pecah dengan kegusaran negara-negara di benua itu merespons invasi Rusia. Di antaranya adalah respons siaga negara-negara Nordik yang selama ini dikenal dengan kebijakan anti-konfrontasi.
Seorang pejabat pertahanan senior Eropa mengatakan kepada CNN bahwa "Jika Putin sukses di Ukraina, lantas kita mulai bertanya siapa selanjutnya?"
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk merespons pertanyaan ini, tiga negara Nordik yang berbatasan dengan Rusia mungkin bisa menjadi jawaban.
Seperti diketahui, ada tiga negara Nordik yang menempati Semenanjung Skandinavia, yakni Norwegia, Swedia, dan Finlandia. Nasib ketiga negara ini menjadi salah fokus penting merespons krisis yang terjadi di Ukraina, dilihat dari relasi antar ketiganya, relasi dengan Eropa, dan relasi dengan Rusia.
Dua negara Nordik, yaitu Norwegia dan Finlandia, berbatasan darat dengan Rusia. Norwegia merupakan anggota dari Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), tetapi bukan bagian dari Uni Eropa.
Sementara itu, Finlandia dan Swedia merupakan bagian dari Uni Eropa, tapi tak bergabung dengan NATO.
Sebelumnya, ketiga negara ini mendukung pendekatan tanpa konfrontasi ke Rusia sejak Uni Soviet pecah. Dukungan ini diberikan mengingat ketiga negara itu berada dekat dengan wilayah Rusia.
Selain itu, Finlandia, Swedia, dan Norwegia merupakan bagian dari wilayah Schengen Uni Eropa. Keanggotaan ini membuat perjalanan di ketiga negara itu cukup bebas, tanpa memerlukan perizinan khusus.
Melihat kondisi ketiga negara ini, muncul pertanyaan "Bagaimana bisa Anda menerapkan kebijakan tanpa konfrontasi tetapi Anda berbagai wilayah daratan dengan Rusia?"
Tak hanya itu, mengingat Finlandia, Swedia, dan Norwegia memiliki perbatasan terbuka, permasalahan apapun yang terjadi di perbatasan Finlandia dapat memengaruhi ketiganya.
Ancaman ini kemudian membuat Finlandia, Swedia, dan Norwegia memutuskan mencabut dukungan mereka terhadap pendekatan non-konfrontasi. Swedia dan Finlandia juga disebut berupaya bergabung dengan NATO mengikuti Norwegia.
"Finlandia dan Swedia secara tiba-tiba mencabut kebijakan mereka sejak lama, yakni tidak mengirimkan senjata ke zona perang. Mereka juga mengirimkan suplai ke Ukraina, yang merupakan kejadian mengejutkan bagi Eropa, jika dilihat dari respons Nordik, dan saya duga (juga mengejutkan) untuk Putin," kata seorang peneliti bidang keamanan global di Institut Urusan Internasional Finlandia, Charly Salonius-Pasternak.
Salonius-Pasternak menuturkan, dunia mungkin bisa melihat tindakan yang lebih berani dari tiga negara Nordik ini demi bisa menjaga keamanan mereka bila Putin memutuskan menyerang.
"Jika secara tiba-tiba, Norwegia, Swedia, Finlandia, Denmark, dan Islandia menempatkan senjata dan unit di negara lain dan mengkoordinasikan aksi mereka, maka kita berada di zona pertahanan ketat yang melintasi perbatasan UE dan NATO, yang bakal benar-benar membuat kondisi Rusia lebih sulit," jelasnya.
Selain itu, pengamat lain menilai Finlandia dan Swedia telah mengambil langkah mitigasi terhadap ancaman dari Rusia ini.
"Selama bertahun-tahun, Finlandia dan Swedia mengambil langkah mitigasi, mengingat fakta mereka tidak bergabung dengan NATO, dengan memperkuat hubungan mereka ke Amerika Serikat, Inggris, dan seluruh komunitas transatlantik lainnya," ujar seorang profesor di Universitas Pertahanan Norwegia, Hakon Lunde Saxi.
"Pesan terkuat dalam beberapa pekan terakhir adalah persatuan," kata Saxi.
"Pertama, Denmark dan Swedia mengirimkan alutsista mematikan ke Ukraina, lalu diikuti Finlandia dan Norwegia. Desakan dari situasi ini membentuk kerja sama seperti ini semakin meningkat, yang membuat kami semakin bisa melindungi diri dari musuh."
Kemungkinan Finlandia Bergabung dengan NATO
Dari sisi Finlandia, mantan perdana menteri negara itu, Alexander Stubb, menilai bergabung dengan NATO merupakan langkah yang mungkin bakal dipilih negaranya. Stubb menuturkan, keputusan ini mungkin diambil karena Putin telah menghancurkan keseimbangan yang telah dijaga Finlandia selama bertahun-tahun.
"Secara strategis, kami selalu ingin membuat langkah bergabung dengan NATO sebagai langkah cadangan untuk menghentikan perilaku agresif Rusia. Kami menjaga keseimbangan militer kami dengan NATO, meski kami bukan bagian dari aliansi itu," tutur Stubb.
Namun, Stubb menilai tindakan Putin sekarang membuat keseimbangan yang dijaga Finlandia tak lagi bisa dilakukan.
"Finlandia digerakkan dengan apa yang saya sebut ketakutan nasional. Kami bisa melihat agresi Rusia dan kami tidak ingin ditinggal sendiri seperti saat Perang Dunia II."