ANALISIS

Agresi Rusia di Ukraina 'Amunisi' Trump untuk Pilpres 2024

CNN Indonesia
Jumat, 01 Apr 2022 09:12 WIB
Tindakan Vladimir Putin memerintahkan Rusia menginvasi Ukraina disebut pengamat jadi amunisi Donald Trump untuk maju Pilpres 2024.
Foto: AP/Alexander Zemlianichenko

Rusia selama ini cemas sejak Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), yang mana AS punya kendali kuat, memperluas pasukan militer di Eropa Timur. Ia juga khawatir, Ukraina bergabung ke blok ini. Sebab, negara itu bisa menjadi pangkalan NATO untuk menembakan rudal ke Tanah Beruang Merah.

Adapun Trump hingga kini masih kecewa dengan kekalahannya di Pilpres 2020 lalu. Kedekatan dia dengan Putin semakin terlihat saat invasi Rusia ke Ukraina. Terlebih, Biden sempat membuat pernyataan yang menyebut Putin tak layak lagi berkuasa karena terus menggempur Ukraina.

Trump juga masih kecewa dengan kekalahannya di Pilpres 2020 lalu. Kedekatan dia semakin terlihat saat invasi Rusia ke Ukraina. Terlebih, Biden sempat membuat pernyataan yang menyebut Putin tak layak lagi berkuasa karena terus menggempur Ukraina.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Momen pernyataan kontroversi Biden ini dimanfaatkan Trump sebagai suatu kesalahan kebijakan Biden," ucap Fahmi.

Sebelumnya, Trump pernah mengatakan Rusia tak akan melancarkan agresi jika dia menjadi presiden atau saat dirinya memimpin Amerika.

Beberapa pihak menilai naiknya Trump ke pucuk kekuasaan AS tak lepas dari sokongan Putin. Saat menjabat pun, ia dilaporkan enggan menjatuhkan sanksi ke Rusia.

Hubungan Washington dan Moscow, juga semakin mesra.

Badan Intelijen Rusia (KGB) diduga terlibat dalam Pilpres AS. Namun, hal ini masih menjadi misteri. Sebab saat Trump memimpin, ia memecat Direktur Badan Intelijen Washington (FBI) yang saat itu tengah melakukan penyelidikan.

Sementara itu, menurut Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, sikap Trump yang dekat dengan Rusia menuai sejumlah manfaat bagi dia.

Pertama akan memperkuat kredibilitas Trump di kalangan masyarakat kulit Putih dan masyarakat konservatif di AS. Kedua, langkah itu sekaligus bahan kampanye Trump yang disebut punya kesamaan karakter dengan Putin. Mereka dianggap sama-sama teguh, kharismatik, dan berani mengambil keputusan saat krisis

"Trump ingin menjadikan hubungan pribadinya yang baik dengan Putin sebagai aset masa depan dalam bersaing secara global dengan China," jelas Rezasyah.

Lebih lanjut, Rezasyah mengatakan pebisnis AS itu mengambil langkah demikian lantaran kesulitan membangun hubungan yang kuat dengan pimpinan China.

Sementara itu, Putin, yang punya pengalaman intelijen puluhan tahun sangat wajar terus memerhatikan sepak terjang Donald Trump sebelum memerintah, saat memerintah, dan saat ingin kembali memerintah.

Putin juga disebut mengagumi Trump, yang dinilai sangat terbuka dan berani.

"Tampaknya terlepas dari persaingan global kedua negara, terdapat chemistry diantara keduanya. Karena jika berunding dengan Trump, Putin telah memiliki bank data yang sangat luas dan mendalam, termasuk sisi-sisi psikologis dari Trump," papar Rezasyah.

(bac/isa/bac)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER