Muslim Ukraina Cerita Sambut Ramadan di tengah Bombardir Invasi Rusia
Rentetan ledakan bom seakan menjadi "menu baru" Umat Muslim di Ukraina dalam menjalani bulan Ramadan tahun ini.
Alih-alih bisa melakukan ibadah dengan khusyuk dan tenang, ratusan umat Muslim yang tinggal di Ukraina harus rela menjalani budaya berpuasa hingga aktivitas di bulan Ramadan lainnya di tengah suara ledakan bom dan suara sirene darurat yang meraung-raung di seluruh penjuru kota.
Umat Muslim Ukraina telah menjalani puasa pertama Ramadan tahun ini sejak Jumat (1/4). Hingga hari ini, negara eks Uni Soviet itu masih berada dalam gempuran Rusia usai Presiden Vladimir Putin melancarkan invasi ke tetangganya itu pada 24 Februari lalu.
Sejak invasi berlangsung, suara bom dan artileri berat terus terdengar di sejumlah kota yang menjadi titik zona perang Rusia vs Ukraina. Sirene
Berbagai putaran negosiasi antara Rusia-Ukraina telah berlangsung. Namun, Rusia juga belum sepakat mengakhiri gempurannya di Ukraina.
Sementara itu, Ukraina menjadi rumah bagi sekitar 695 ribu umat Muslim atau 1,70 persen dari total 43 juta lebih penduduk. Mayoritas penduduk di negara ini memeluk agama Kristen Ortodoks.
Sebelum perang membara dan sebagian penduduk mengungsi, Ukraina adalah rumah bagi 20 ribu warga Turki, bangsa Turk, hingga etnsi Tatar Crimea yang mayoritas beragama Islam.
"Kami harus menyesuaikan kembali semuanya," cerita Ketua Liga Muslim Ukraina, Niyara Mamutova, kepada Al Jazeera pekan lalu.
Hari pertama puasa, Mamutova menghabiskan waktu sahur dan berbuka bersama sekelompok keluarga pengungsi yang tinggal di pusat Islam di Chernivtsi.
"Banyak umat Muslim ke luar negeri dan mereka yang masih di Ukraina membutuhkan bantuan," ucap Mamutova melalui telepon.
Lima pekan usai invasi, lebih dari 10 juta warga Ukraina mengungsi. Dari jumlah itu, sekitar 4 juta meninggalkan negaranya, demikian menurut catatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Setelah menghadapi berbagai pembatasan akibat pandemi Covid-19, umat Muslim di Ukraina kini harus menghadapi berbagai pembatasan baru terkait peperangan yang masih berkecamuk di negara tersebut, mulai dari patroli keamanan hingga aturan jam malam.
Aturan dan kondisi ini lagi-lagi membuat aktivitas warga Ukraina, terutama umat Muslim di bulan Ramadan ini, lagi-lagi terbatas.
Mamutova mengatakan banyak dari Muslim Ukraina terpisah dari rumah dan kerabat serta keluarga akibat terjegal peperangan. Menurut pihak berwenang Ukraina bahkan masih banyak warga sipil yang terjebak di zona perang dan belum bisa dievakuasi.
Namun, di tengah keterbatasan dan ancaman bahaya yang dihadapi, umat Muslim di Ukraina tetap menjalani Ramadan sebaik-baiknya.
"Kita harus siap melakukan yang terbaik untuk mendapatkan pengampunan Tuhan, berdoa untuk keluarga kita, jiwa kita, negara kita, Ukraina," ucap Mamutova.
Berlanjut ke halaman selanjutnya >>>