Jakarta, CNN Indonesia --
Jutaan warga Beijing mengantre untuk menjalani tes Covid-19 pada Minggu (8/5), usai pemerintah setempat berusaha melacak dan mengisolasi setiap infeksi demi menghindari kejadian seperti di Shanghai.
Pembatasan ekstra ketat di Bejing, Shanghai, dan kota-kota lainnya di China kini telah berdampak pada psikologis warganya dan membebani ekonomi negara raksasa tersebut.
Meski begitu, Pemerintah China ngotot membasmi kasus Covid-19 alih-alih hidup berdampingan dengan penyakit tersebut seperti negara lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pekan lalu, pihak berwenang mengancam bakal mengambil tindakan terhadap mereka yang mengkritik kebijakan nol-Covid di negara tersebut.
Hingga saat ini, mayoritas dari 25 juta orang yang menetap di Shanghai telah dikurung di rumah mereka selama lebih dari sebulan.
Banyak keluhan sudah disuarakan warga kota terpadat di China itu, mulai dari kesulitan mengakses bahan makanan, hingga sulit mengakses perawatan kesehatan darurat atau layanan kebutuhan dasar lainnya.
Sebagian dari wilayah Shanghai telah mengalami penurunan level risiko ke tahap yang menurut peraturan pemerintah bisa mengizinkan mereka untuk keluar dari karantina.
 Satgas Covid mendirikan tembok di sekeliling pemukiman warga Shanghai. (REUTERS/ALY SONG) |
Sementara itu di sebagian besar wilayah yang lain, masyarakat Shanghai masih terjebak di belakang gerbang kediaman mereka yang dikunci oleh satgas.
Kondisi itu membuat frustrasi warga meluas dan terkadang memicu konflik dengan satgas berpakaian hazmat yang mengawasi mereka.
Situasi tersebut membuat pemerintah Beijing berjuang keras menghindari nasib yang sama. Mereka menggalakkan aksi pelacakan tanpa henti dan isolasi kasus positif.
Pada Minggu (8/5), warga Beijing berbaris untuk pengecekan di wilayah Chaoyang, Fangshan, dan Fengtai, serta daerah-daerah kecil lainnya tempat infeksi terjadi selama dua pekan terakhir.
Pengecekan ini hampir menjadi kegiatan rutin harian di ibu kota China itu. Bahkan bila ada warga yang bukan termasuk wajib tes, banyak orang lainnya masih perlu menunjukkan hasil tes negatif untuk bisa bekerja dan masuk ke sejumlah lokasi.
Lanjut ke sebelah...
Beijing juga telah menutup lokasi olahraga seperti gymnasium dan tempat-tempat hiburan, melarang layanan makan di restoran, dan menutup sejumlah rute bus beserta hampir 15 persen dari sistem kereta bawah tanahnya.
Jalanan Beijing lebih lengang dibanding biasanya, dengan banyak orang tak mau melakukan kegiatan yang bisa membuat mereka sebagai suspek atau tercatat jadi kontak erat pasien Covid-19, dan terpaksa menjalani karantina.
Kondisi itu pun membuat bisnis yang tetap berjalan berjuang sekuat tenaga untuk bisa bertahan.
Seorang tukang cukur yang mengaku bernama Song mengatakan salonnya di sebuah mal papan atas di Chaoyang mengalami penurunan pelanggan semenjak wabah kembali marak.
"Mereka takut mengalami hasil yang tak diinginkan di aplikasi kesehatan mereka," kata Song merujuk pada penggunaan piranti lunak di ponsel yang harus dimiliki semua warga.
"Bagian utara adalah kawasan pusat belanja dan kantor yang sudah disegel, dan aplikasi mungkin mencatat mereka sebagai kontak dekat bila mereka datang," lanjutnya.
Song mengatakan salonnya akan mencoba untuk tetap buka selama yang bisa dilakukan, tapi ia tak tahu akan bisa sampai kapan.
"Wabah ini sungguh meresahkan semua orang," katanya.
[Gambas:Photo CNN]
Kasus harian Covid-19 di Beijing kini sudah mencapai angka puluhan. Angka itu jauh di bawah Shanghai pada saat ini di tengah wabah yang membuat angka kasus di kota pelabuhan itu jadi ribuan dan terus naik.
Pada Minggu (8/5), Shanghai mengalami menurunan angka kasus pada hari kesembilan, tapi masih bertahan dalam rentang ribuan kasus.
Seperti kota lainnya di China, Shanghai sedang membangun ribuan stasiun pemeriksaan CPR permanen di seluruh penjuru kota.
Dengan sebagian besar warga masih berada di dalam rumah, langkah ini tampaknya sebagai antisipasi ke kehidupan normal secara bertahap. Namun pihak berwenang mengingatkan bahwa mimpi itu masih jauh.
Sejumlah pemimpin tinggi China pekan lalu mengatakan negara itu akan melawan opini apapun yang mendistorsi, meragukan, atau menolak kebijakan Covid-19 mereka.