Pemerintahan Israel Terancam Bubar usai Anggota Parlemen Mundur
Pemerintahan Israel terancam bubar setelah seorang anggota parlemen dari partai Perdana Menteri Naftali Bennett, Yamina, dikabarkan mengundurkan diri.
"Saya sudah menginformasikan kepada perdana menteri bahwa berdasarkan situasi terkini, saya bukan lagi bagian dari koalisi," ujar anggota parlemen dari Partai Yamina, Nir Orbach, seperti dilansir Reuters, Senin (13/6).
Lihat Juga :SURAT DARI RANTAU Sungai Aare dan Risiko Berenang di Perairan yang Masih Asing |
Melalui pernyataan itu, Orbach juga menyebut bahwa anggota parlemen "ekstremis dan anti-Zionis" membuat koalisi berkuasa bergerak ke "arah yang problematis."
Orbach lantas menyatakan bahwa ia tak akan mengikuti pemilihan umum selanjutnya. Meski demikian, ia tak akan menyerukan pembubaran parlemen.
Namun, kepergian Orbach membuat koalisi Bennett kekurangan dua kursi untuk memegang mayoritas, yaitu hanya 59 kursi dari 120 keseluruhan anggota parlemen.
Alhasil, Israel terancam harus kembali menggelar pemilu. Jika benar terjadi, ini bakal menjadi pemilu ketiga dalam lima tahun belakangan.
Sejak awal, koalisi Bennett sendiri memang tidak kuat. Untuk mencapai angka mayoritas, Bennett menggandeng sejumlah partai yang berhaluan berbeda dengan Yamina, termasuk partai Arab.
Perpecahan di tubuh koalisi Bennett mulai terlihat pekan lalu, ketika pembahasan undang-undang perluasan hak asasi manusia terhadap pemukim di Tepi Barat.
Di akhir sesi parlemen, undang-undang tersebut tidak lolos, padahal Partai Yamina selama ini dikenal sangat lantang membela para pemukim Israel di Tepi Barat.
Selama lima dekade belakangan, undang-undang semacam itu juga selalu lolos di parlemen Israel yang memang biasanya pro-pemukim.
(has/bac/bac)