Jepang Ubah UU, Pelaku Penghinaan Daring Bisa Dibui Satu Tahun

CNN Indonesia
Selasa, 14 Jun 2022 22:20 WIB
Foto ilustrasi. Jepang ubah UU soal penghinaan di dunia maya. (iStockphoto/Michał Chodyra)
Jakarta, CNN Indonesia --

Parlemen Jepang mengubah undang-undang yang dapat menghukum tindakan penghinaan secara daring dengan hukuman penjara terlama satu tahun, Senin (13/5).

Pemerintah Jepang mengamendemen hukum pidana negara itu, di mana pelaku penghinaan daring dapat dipenjara maksimal satu tahun, atau didenda 300 ribu yen (Rp32 juta).

Sebagaimana diberitakan CNN, hukuman ini meningkat ketimbang aturan sebelumnya. Dalam aturan lama, pelaku hanya bisa dipenjara kurang dari 30 hari dan denda 10 ribu yen (Rp1 juta).

Sementara itu, penerapan aturan ini sempat menjadi kontroversi. Pihak oposisi menilai aturan itu dapat menekan kebebasan berekspresi dan mengkritik orang-orang yang berkuasa.

Walaupun begitu, pendukung aturan ini menilai legislasi yang lebih kuat diperlukan untuk menangani penindasan dan kekerasan di dunia maya.

Melihat kedua pendapat ini, undang-undang itu disetujui setelah ditambahkan bahwa aturan tersebut akan dinilai kembali tiga tahun setelah berlaku. Tujuannya, agar Jepang bisa mengukur kembali dampak aturan itu terhadap kebebasan berekspresi.

Juru bicara Kementerian Kehakiman Jepang menyatakan hukum pidana negara itu mengatakan penghinaan adalah sebuah tindakan yang merendahkan status sosial seseorang tanpa merujuk pada fakta spesifik dan aksi spesifik terkait mereka. Definisi tersebut berbeda dengan pencemaran nama baik, di mana istilah itu merujuk pada tindak merendahkan status sosial seseorang dengan merujuk pada fakta spesifik.

Kedua tindakan ini juga dapat dihukum sesuai aturan yang berlaku.

Sementara itu, aturan baru ini diterapkan setelah kasus penghinaan online mencuat dalam beberapa tahun terakhir.

Salah satu kasus perundungan siber yang ramai di Jepang adalah kasus Hana Kimura. Kimura, yang berperan dalam serial Netflix 'Terrace House' bunuh diri pada 2020.

Masalah ini kemudian menjadi perhatian warga Jepang, di mana banyak orang yang menilai perundungan siber yang ia terima di media sosial selama beberapa bulan menjadi penyebab selebritas itu bunuh diri.

Tak lama setelah kematian Kimura, pejabat Jepang membahas bahaya dari penghinaan siber dan mendesak diskusi pemerintah terkait undang-undang yang relevan.

Ibu Kimura, Kyoko Kimura, yang adalah mantan pegulat profesional, kemudian membentuk organisasi non-profit dengan nama "Remember [Mengingat] Hana" untuk meningkatkan kesadaran terkait perundungan siber.

(pwn/bac)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK