Junta militer Myanmar mengaku telah memindahkan pemimpin de facto negara yang dikudeta, Aung San Suu Kyi, dari tahanan rumah di Yangon ke ruang isolasi di kompleks penjara Naypyidaw, Kamis (23/6).
"Sesuai dengan hukum pidana [Aung San Suu Kyi] ditahan di ruang isolasi di penjara," ujar juru bicara junta militer Myanmar, Zaw Min Tun, dalam pernyataan resmi.
Salah satu sumber mengatakan junta Myanmar memindahkan Suu Kyi ke penjara tanpa staf dan anjing peliharaannya di Naypyidaw pada Rabu (21/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak militer melancarkan kudeta dan menggulingkan pemerintahan yang sah, Suu Kyi ditahan di rumah tahanan berlokasi di Yangon. Selama di rumah itu, ia ditemani staf dan anjing peliharaanya.
Seorang petugas keamanan penjara mengungkap kondisi terkini Suu Kyi sesudah dipindahkan ke sel isolasi
"Kesehatan Aung San Suu Kyi dalam kondisi yang baik setahu kami," kata dia seperti dikutip AFP.
Pemindahan tersebut memicu kritik dari lembaga pemantau hak asasi manusia, Human Rights Watch.
"Apa yang kami lihat adalah junta Myanmar menuju fase yang jauh lebih menghukum Aung San Suu Kyi," ujar wakil direktur Human Rights Watch Asia, Phil Robertson.
Ia kemudian berujar, "Mereka mengintimidasi dia [Suu Kyi] dan pendukungnya."
Sumber yang mengetahui kasus itu mengatakan sidang persidangan Suu Kyi juga akan dipindahkan ke Naypyidaw.
Terkait sidang itu, pengacara Suu Kyi dilarang berbicara ke media dan jurnalis.
Suu Kyi menghadapi serangkaian tudingan kriminal lain termasuk melanggar undang-undang rahasia negara, korupsi, kecurangan Pemilu, melanggar protokol Covid-19 dan lain-lainnya.
Jika terbukti bersalah atas semua tuduhan, Suu Kyi bisa dipenjara lebih dari 100 tahun.
Sebelumnya, junta telah menjatuhi hukuman enam tahun penjara terhadap Suu Kyi karena melanggar aturan Covid-19 dan melanggar UU Telekomunikasi. Ia akan terus menjadi tahanan rumah sementara selama menghadapi persidangan kasus lain.
Myanmar berada dalam krisis politik dan kemanusiaan usai militer mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah pada 1 Februari 2021 lalu.
Tak lama setelahnya, militer menangkap petinggi negara termasuk presiden Myanmar dan Aung San Suu Kyi.
Protes dari warga sipil kemudian menggema di seluruh penjuru negeri. Namun militer merespons dengan kekuatan berlebih. Mereka tak segan membunuh dan menangkap siapa saja yang melawan junta militer.
Terlepas dari rentetan sanksi, junta militer tetap membela keputusannya menggulingkan pemerintahan sah Myanmar yang mereka anggap telah mencurangi pemilu 2020.