Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Amerika Serikat Joe Biden tengah melangsungkan turnya ke sejumlah negara Timur Tengah seperti Israel, Palestina, hingga Arab Saudi.
Sejumlah pihak menganggap lawatan Biden salah satunya ditujukan untuk mendorong normalisasi hubungan antara Israel, sekutu dekat AS, dan negara di kawasan, terutama dengan Arab Saudi yang juga mitra dekat Negeri Paman Sam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
AS juga sudah mengisyaratkan bahwa negara Arab mulai mendekatkan diri untuk meningkatkan hubungan dengan Israel.
Sesaat setelah mendarat di Israel pada Kamis (14/7), Biden bahkan menegaskan AS siap membantu Israel agar bisa lebih terlibat dan terintegrasi di Timur Tengah.
"Kami akan terus memajukan integrasi Israel di kawasan Timur Tengah," kata Biden di Bandara Ben Gurion dekat Tel Aviv pada Rabu malam.
"Saya bangga untuk mengatakan bahwa hubungan kami dengan negara Israel lebih kuat dan dalam menurut pandangan saya jika dibandingkan sebelumnya. Dengan kunjungan ini, kami memperkuat relasi kami lebih jauh lagi," papar Biden menambahkan.
Hal ini semakin meyakinkan sejumlah pihak bahwa Biden turut membawa agenda penting yakni prospek normalisasi Israel-Saudi saat melangsungkan turnya kali ini.
Jadi apa saja saja tanda-tanda Arab Saudi dan Israel menuju ke arah normalisasi hubungan?
1. Lebih Terbuka Bicara ke Publik
Pemerintah Saudi tampak bersikap lebih terbuka kepada Israel, salah satunya saat Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS) mengatakan Israel merupakan "sekutu potensial, dengan banyak kepentingan yang bisa kita kejar bersama" empat bulan lalu.
Dalam wawancaranya dengan The Atlantic pada Maret lalu, MbS mengatakan Saudi tak melihat Israel sebagai musuh.
"Kami tidak melihat Israel sebagai musuh, kami melihat mereka sebagai sekutu potensial dengan banyak kepentingan yang dapat kami kejar bersama. Tetapi, kami harus menyelesaikan beberapa masalah sebelum mencapai itu," paparnya menambahkan.
Ada peluang meski akan banyak kerikil, baca di halaman berikutnya >>>
[Gambas:Video CNN]
2. Saudi Tak Protes soal Normalisasi Israel dan negara Arab
Tak hanya itu, pemerintah Saudi juga tidak menunjukkan penolakan saat Uni Emirat Arab membangun hubungan diplomatik dengan Israel pada 2020, diikuti oleh Bahrain dan Maroko.
Pada 2021, Arab Saudi juga mengizinkan pesawat langsung dari UEA ke Israel untuk melewati ruang udara mereka.
Arab Saudi berulang kali menegaskan akan tetap berpegang teguh pada posisi Liga Arab untuk tak menjalin hubungan resmi dengan Israel sampai konflik dengan Palestina selesai.
Tak seperti sang ayah, Raja Salman, MbS memang memiliki pandangan yang lebih terbuka dan pragmatis termasuk soal hubungan Saudi dengan Israel.
3. Saudi Izinkan maskapai dan penerbangan Israel Terbang
Biden, yang bakal berkunjung ke Arab Saudi dari Israel, juga diizinkan terbang melewati ruang udara kerajaan.
Arab Saudi sendiri mencabut pembatasan untuk "seluruh operator" dalam menggunakan ruang udara mereka, menyambut kunjungan Biden ke negara itu. Ini secara efektif menangguhkan pembatasan penerbangan Saudi dari dan ke Israel.
4. Dukungan Publik soal Normalisasi Makin Banyak
Beberapa warga Saudi juga mengekspresikan dukungan mereka akan normalisasi di media sosial, meski media sosial sangat dikontrol oleh kerajaan. Dukungan warga ini dapat mengubah posisi Saudi yang saat ini masih mengisolasi Israel sampai masalah Palestina selesai.
Bahkan, Menteri Kerja Sama Regional Israel, Ewawi Frej, menilai Riyadh bakal menjadi pusat solusi konflik Israel-Palestina.
Banyak Kerikil Menuju Normalisasi
AS telah lama berharap agar Israel lebih diterima lagi oleh negara-negara Arab di kawasan. Sebab, Israel dan Arab Saudi menjadi dua sekutu utama Negeri Paman Sam di Timur Tengah.
Dalam dua tahun terakhir, AS juga berhasil menjadi mediator normalisasi hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab seperti Bahrain dan Uni Emirat Arab.
Selama ini, relasi negara Arab dengan Israel terjegal konflik Israel-Palestina. Sebagai bentuk solidaritas atas penjajahan Israel terhadap Palestina, negara Arab termasuk Arab Saudi memutus hubungan diplomasi dengan Tel Aviv.
Meski demikian, beberapa tahun terakhir, Saudi dan Israel dikabarkan terus mencoba meningkatkan kerja sama diam-diam. Beberapa pejabat tinggi Saudi dan Israel juga sempat dikabarkan bertemu secara rahasia.
Namun, menurut Dan Shapiro, mantan Duta Besar AS untuk Israel dalam pemerintahan Barack Obama, kunjungan Biden ke Saudi mungkin saja untuk membangun "beberapa langkah penting" terhadap pengakuan diplomatik Saudi untuk Israel.
"Mungkin bukan normalisasi penuh, tetapi peta jalan yang menuju ke arah tersebut." kata Shapiro seperti dikutip AFP.
Seorang pakar politik internasional juga menilai hubungan Arab Saudi dan Israel tak bakal berubah drastis selama Raja Salman masih berkuasa.
Yasmine Farouk dari Carnegie Endowment for International Peace mengatakan eksekusi peta jalan menuju normalisasi Saud-Israel bakal sulit "selama Raja Salman masih hidup."
"Kata 'normalisasi' harus digunakan dengan hati-hati. Mungkin akan ada hubungan [antara Israel-Arab Saudi] tetapi hanya sejauh Emirat [Uni Emirat Arab] dan Bahrain, saya masih sedikit skeptis," ujar Farouk kepada AFP.
Namun, Farouk menyampaikan membangun hubungan dengan Israel bakal membuat Arab Saudi menjadi lebih diterima.
"Ini bakal membuka pintu bagi Putra Mahkota [Mohammed bin Salman], negara Barat, dan parlemen untuk menerima Kerajaan [Saudi], pun memberikan kesempatan bagi Arab Saudi untuk peran yang lebih besar," katanya.
Kesempatan tersebut dinilai bakal mendukung visi MbS untuk membangun Arab Saudi sebagai kekuatan global, bukan hanya di negara Arab dan Islam.
Sementara itu, Farouk menuturkan Israel menginginkan normalisasi dengan Saudi karena hal itu mampu membukakan pintu bagi Tel Aviv untuk berhubungan dengan negara Arab dan Islam lain.
Mirip dengan pernyataan Farouk, Kristian Ulrichsen dari lembaga think-tank Rice University's Baker Institute menilai hubungan diplomatik antara Saudi dan Israel secara keseluruhan hanya bisa dicapai saat Pangeran Mohammed bin Salman (MbS) menjadi raja.
"Sementara itu, kita mungkin melihat kelanjutan dari pendekatan untuk menormalisasi ide bahwa Arab Saudi dan Israel bukanlah musuh, tetapi berbagi kepentingan regional dan geopolitik," ujar Ulrichsen.