Apa Pentingnya Taiwan bagi AS Sampai Berani Bikin China Murka?
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat, Nancy Pelosi, ngotot berkunjung ke Taiwan walau sudah diwanti-wanti China, membuat Negeri Tirai Bambu murka.
Amarah Beijing tak main-main. Di hari yang sama saat Pelosi tiba di Taiwan, mereka mengirim 21 jet tempur ke zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ) pulau itu.
Militer juga dilaporkan siaga tempur. Selain itu, terlihat kapal China berpatroli di Selat Taiwan.
Melihat sikap Pelosi yang bersikeras itu, memang apa pentingnya Taiwan untuk AS?
Salah satu pengamat di Foundation for Defence Democracies (FDD), Craig Singleton, menilai pemerintah AS yakin hal yang paling ditakuti China adalah perkembangan nilai demokrasi di Taiwan, bukan semata status negaranya.
Menurutnya, akar dari permasalahan ini sebenarnya pertarungan antara demokrasi dan otokrasi. China sebagai negara otokrasi, khawatir akan perkembangan hubungan AS dan Taiwan yang memegang nilai demokrasi.
"Lingkungan geopolitik saat ini berpusat pada kompetisi antara demokrasi dan otokrasi untuk pengaruh global, satu sentimen yang mendasari hubungan bilateral AS dan Taiwan," ujar Singleton, seperti dilansir Newsweek.
China dianggap khawatir karena keberadaan Taiwan seolah menunjukkan bahwa demokrasi dan nilai-nilainya ternyata bisa berkembang di wilayah yang hanya berjarak 100 mil atau 160 km dari China.
"Jadi Amerika meningkatkan tekanan terhadap negara kepulauan itu dan Beijing mengeluarkan ancaman untuk bersatu kembali. Mereka tak hanya melihat ancaman, mereka melihat diri mereka sendiri," kata Singleton.
Merujuk sejarah, selama perang saudara China, AS mendukung pemerintah nasionalis berkuasa, yang saat itu dipimpin Partai Kuomintang (KMT).
Sementara itu, Uni Soviet, musuh bebuyutan AS, mendukung Partai Komunis China yang mengambil alih kekuasaan dan akhirnya mendirikan China.
Usai kalah, KMT mundur ke Taiwan, dan dukungan AS terus mengalir untuk mereka. Washington memberikan partai ini bantuan untuk membangun ekonomi.
Pada 1960-an, usai Beijing dan Moskow berkonflik, hubungan China dan AS mulai cair. Kemudian pada 1979, AS menjadi negara yang secara resmi mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taipei ke Beijing.
Pengakuan itu tertuang dalam kebijakan Satu China. Washington mengakui China sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah. Selain itu, mereka mengakui posisi Beijing yang menyebut Taiwan bagian dari China.
Namun, AS tak pernah menerima klaim kedaulatan China atas Taiwan. AS terus menjalin hubungan dekat yang tak resmi dengan Taiwan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Relasi Taiwan.
Berdasarkan TRA, AS dapat menjalin hubungan dengan "rakyat Taiwan" dan pemerintahnya, tanpa menjelaskan secara spesifik pemerintahan yang dimaksud.
Di bawah UU ini, AS juga memfasilitasi pertukaran komersial, budaya, dan yang lain melalui institusi AS di Taiwan, alias kedutaan besar defacto AS di Taipei.
Mereka juga terikat oleh hukum untuk memberi Taiwan senjata pertahanan atau yang disebut sebagai kebijakan ambiguitas strategis. UU ini menjadikan AS berada di posisi ambigu.
Bagaimana sikap ambigu AS? Baca di halaman selanjutnya >>>