Di tahun berikutnya, perang Suriah dan musim semi Arab atau kebangkitan dunia Arab membawa kesempatan tak terduga bagi Iran. Mereka memihak pemerintah sekuler di bawah pimpinan Bashar Al Assad dan mendukung pertumbuhan sekutu di Libanon, Hizbullah.
Pada saat yang sama, kemunculan berbagai kelompok garis keras Sunni, termasuk ISIS membuat peran Iran sebagai pembela Muslim Syiah di Timur Tengah semakin menonjol.
Terlebih, saat Rusia turun tangan dalam perang di Suriah, posisi ini menempatkan Iran dan Rusia sejajar sebagai kekuatan tandingan terhadap blok AS-Saudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, ekonomi perlawanan juga menjadi strategi cekatan Iran bertahan hidup di lingkungan ekonomi global yang tidak bersahabat.
Program ini mereka rancang untuk melawan efek negatif sanksi AS dan Uni Eropa. Iran berusaha mengurangi kerentanan guncangan ekonomi global dan regional melalui beragam cara.
Beberapa diantaranya pembangunan kapasitas domestik, mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan dan meningkatkan produksi industri dan daya saing teknologi.
Tujuan besar lain yakni untuk mengurangi ketergantungan pada minyak dan gas, selaku sumber utama pendapatan Iran.
Berkat langkah tersebut, Teheran kini mampu mengganggu harapan AS untuk menciptakan tatanan regional yang pro-Amerika, mempertahankan akses yang aman ke minyak Teluk Persia dan membela sekutu tradisional Arab.
Lihat Juga : |
Invasi AS ke Irak pada 2003 lalu, menjadi titik balik bagi Iran. Perang melawan terorisme yang digaungkan eks Presiden George Bush secara tak sengaja berkontribusi besar terhadap keuntungan Teheran.
Dua musuh Iran, Taliban di Afghanistan dan rezim Saddam Hussein di Irak mengantongi kecaman dari Washington. Dengan demikian, risiko Iran mendapat serangan dari timur dan barat berkurang.