Hampir 'Tenggelam', Warga Pulau Pari Gugat Holcim ke Pengadilan Swiss
Empat warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, menggugat perusahaan semen Holcim Limited ke pengadilan Swiss karena aktivitas perusahaan dinilai memperburuk perubahan iklim terutama di pulau tempat mereka tinggal.
Keempat warga ini meminta Holcim untuk membayar kompensasi atas kerugian yang mereka dapatkan karena aktivitas perusahaan tersebut dinilai berkontribusi menyebabkan level permukaan laut semakin tinggi di Pulau Pari, hingga menyebabkan beberapa bangunan warga termasuk usaha rumah singgah di pulau itu terendam air.
Keempat warga Pulau Pari ini juga menginginkan Holcim mengurangi emisi gas karbonnya untuk membatasi kerusakan lingkungan di masa depan. Mereka ingin Holcim memotong emisi gas rumah kacanya hingga 43 persen sampai pada 2030, dan 69 persen di 2040.
Para penggugat menilai Holcim bertanggung jawab atas krisis iklim yang terjadi. Mereka masing-masing meminta kompensasi sekitar 3.000 pound sterling (Rp52 juta) untuk kerusakan mental dan kontribusi dalam menanggulangi darurat iklim di pulau tersebut.
Jumlah itu setara dengan hanya sekitar 0,42 persen biaya total untuk adaptasi dan memperbaiki kerusakan lingkungan yang ada.
Edi Mulyono, salah satu penggugat, mengaku kehilangan pendapatan dalam jumlah besar akibat banjir yang melanda penginapan yang dikelolanya pada 2021. Dikutip The Guardian, Edi merasa situasi ini tidak adil, mengingat masyarakat Indonesia hanya sedikit berkontribusi dalam keseluruhan emisi global.
Sementara itu, penggugat lainnya, Asmania, mengatakan kenaikan air laut menyebabkan daerah sekitar rumah singgahnya kerap terendam banjir. Asmania sendiri telah bekerja sebagai nelayan di Pulai Pari sejak berumur 22 tahun.
Pada 2013, warga Pulau Pari memutuskan untuk membuka pulau itu bagi bisnis pariwisata. Asmania kemudian membuka rumah singgah di pulau itu, lengkap dengan peminjaman alat snorkeling.
Asmania juga memiliki bisnis tambak ikan di pinggir pulau. Saat banjir melanda Pulau Pari pada 2021 dan banjir-banjir keuntungan bisnis Asmania berkurang. Ia mengeluh banjir tersebut membawa banyak minyak dan puing-puing, merusak bisnis tambak ikannya.
Pada 2021, 300 dari 500 ikan di tambaknya mati. Tak hanya itu, tidak ada turis yang datang ke rumah singgahnya selama dua bulan.
Asmania dan suaminya berniat meninggikan rumah mereka untuk terhindar dari banjir. Mereka juga membutuhkan sistem penyaringan air untuk mendapatkan air bersih.
Keempat warga tersebut lantas mendapatkan dukungan dari Pusat Konstitusi dan Hak Asasi Manusia Eropa (ECCHR), Bantuan Gereja Swiss HEKS/EPER, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dalam melayangkan gugatannya terhadap Holcim ke pengadilan di Swiss.
Mereka mengajukan gugatan ke pengadilan Swiss pada Juli 2022,Berdasarkan keterangan di situs resmi ECCHR, para warga mengajukan gugatan ke pengadilan Swiss pada Juli 2022.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>