Korea Selatan dan Amerika Serikat menggelar latihan militer skala besar pada Rabu (31/8), saat Korea Utara makin liar dengan ancaman nuklir dan rudalnya.
Operasi Combined Joint Fires Coordination Exercise (CJFCX) ini dilakukan di Pocheon, yang berjarak sekitar 30 km dari zona demiliterisasi (DMZ).
"Semakin kuat ancaman, semakin kuat pula aliansinya. Setelah 72 tahun, aliansi ini semakin kuat," ucap wakil komandan Divisi Gabungan Korsel-AS, Brandon C. Anderson, saat membuka program latihan itu, seperti dikutip Reuters.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya, tidak ada aliansi yang lebih kuat di dunia ketimbang aliansi AS dan Korsel. Itu menunjukkan harapan atas stabilitas dan kompetensi."
Ratusan personel dari Brigade "Ready First" AS, Armada Angkatan Udara Ketujuh AS, dan pasukan dari Divisi Infanteri Mekanik Ibu Kota Angkatan Darat dan Divisi ke-28 Korsel ikut dalam latihan ini.
Sebagaimana diberitakan Yonhap, latihan ini melibatkan senjata howitzer K9 dan Paladin, mortir 10 cm dan 12 cm, tank K1A1 dan M1A2, juga pesawat A-10.
Latihan ini berlangsung kala provokasi Pyongyang semakin nyata. Sejak Kim Jong Un berkuasa, Korut semakin gencar menguji coba rudal mereka.
Tak hanya itu, Kim Jong Un sempat mendeklarasikan negaranya siap menggunakan senjata nuklir untuk merespons konflik militer antara Pyongyang dengan Washington dan Seoul.
"Angkatan bersenjata kami sangat siap merespons setiap krisis, dan pertahanan perang nuklir kami siap memobilisasikan kekuatannya dengan patuh, tepat, dan cepat sesuai misinya," ujar Kim dalam pemberitaan KCNA yang dikutip NPR.
Kim juga menuduh Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol, sebagai maniak konfrontasi.
Pemerintahan Yoon memang memperkuat aliansi militer mereka dengan AS, yang dianggap sebagai ancaman besar bagi Korut.
Melihat pergerakan Yoon ini, Korut bersumpah bakal menghukum pemerintahan Korsel dan militernya.