Warga Korea Utara masih terus terinfeksi virus corona bahkan hingga ada yang meninggal dunia, beberapa bulan setelah Kim Jong Un mendeklarasikan kemenangan atas Covid-19.
Pada 10 Agustus, Kim mengakhiri pembatasan darurat untuk menangani pandemi Covid-19 dan mengklaim Korut berhasil menang dari wabah tersebut.
Namun, seorang warga dari Provinsi Ryanggang mengatakan kepada Radio Free Asia bahwa beberapa warga Korut sekarat akibat terinfeksi Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kala cuaca semakin dingin saat musim gugur, jumlah petani yang terkonfirmasi Covid-19 meningkat di Kabupaten Kimhyongjik, yang berhadapan dengan perbatasan China," kata sumber itu pada Senin (19/9).
"Pekan lalu, satu pasangan berumur 60-an yang tinggal di Desa Muchang meninggal dunia saat melakukan karantina di rumah, hanya sepuluh hari setelah terkonfirmasi terinfeksi Covid-19," lanjutnya.
Selain itu, sumber itu menyampaikan pihak berwenang kesehatan Korut kini menggunakan alat tes dari China untuk mengonfirmasi infeksi Covid-19.
Beberapa dokter berkunjung ke rumah-rumah warga yang sakit sekali sehari untuk mengukur suhu badan mereka. Setelah tiga hari demam, para dokter bakal melaporkannya ke komando karantina kabupaten yang kemudian bakal datang untuk menjalankan tes Covid.
Jika terkonfirmasi positif, warga harus dikarantina selama 20 hari.
Namun, meskipun pihak berwenang kini menjalankan tes Covid-19, mereka masih berupaya menutupi angka kematian.
"Pihak berwenang karantina membawa jasad menggunakan ambulans tanpa memberitahu anak [orang yang meninggal] meski ia tinggal di lingkungan yang sama," tutur sumber itu.
Sumber itu lalu berucap,"Mereka mengubur jasad di gunung yang jauh dari pemukiman. Sang anak marah karena ia bahkan tak bisa melangsungkan upacara pemakaman untuk orang tuanya."
Selain itu, warga Korut yang diduga terinfeksi Covid-19 kini harus menjalani karantina di rumah.
"Pasien Covid-19 dan keluarga mereka yang melakukan karantina di rumah hanya diberikan dua pil penurun panas setiap hari, tetapi tak diberikan makanan," ujar sumber itu.
"Masyarakat marah kepada pihak berwenang karena tidak merawat pasien dan malah mengisolasi mereka. Mereka menilai pasien Covid-19 sekarat karena tak bisa makan dengan baik," lanjutnya.
Sementara itu, seorang sumber di Desa Songjon mengatakan ada lansia perempuan yang meninggal dunia kala melakukan karantina.
Perempuan itu hanya memberikan dua pil penurun panas kepada pasien dan orang yang tinggal di sekelilingnya.
"Mereka semua dikarantina di rumah sebagai kasus dugaan, dan mereka tidak diberi makanan sama sekali," kata sumber kedua.
Ia mengatakan keluarga yang dikarantina tak bisa bekerja dan membeli makanan di pasar. Pihak keluarga juga tak diizinkan memakamkan kerabat mereka yang meninggal akibat Covid-19.
"Masyarakat sekarat kala mengalami gejala Covid-19 karena tidak ada kebijakan pemberian makanan dan obat-obat untuk pasien Covid-19. Masyarakat marah karena pihak berwenang salah menyampaikan bahwa kita adalah negara yang bebas dari Covid," kata sumber kedua.