Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, dilaporkan memaksa para warganya untuk menghadiri kelas Undang-undang Nuklir yang baru selama sepekan.
Sebelumnya, Korut telah mengesahkan UU yang baru terkait penggunaan senjata nuklir. Dalam UU Kebijakan Kekuatan Nuklir tersebut Korut bisa meluncurkan rudal nuklir lebih dahulu hanya dengan mengendus ancaman dari negara musuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kim juga bersumpah tidak akan melucuti senjata nuklir Korut dan malah mengubah kebijakan terhadap nuklir menjadi semakin radikal. Kondisi itu pun menambah kecemasan sejumlah negara di dunia.
Warga pun diwajibkan masuk kelas untuk sosialisasi UU Penggunaan Nuklir tersebut. Kelas itu dibuat untuk menjelaskan kepada publik bahwa aturan baru itu mampu meningkatkan kemampuan pertahananan Korut.
Kelas tersebut juga untuk menegaskan kehebatan Kim Jong Un terkait upaya mengamankan negara.
Meski demikian, sejumlah warga mengeluhkan kelas-kelas tersebut yang dianggap membuang waktu. Terlebih, kelas tersebut dilaksanakan selama sepekan penuh.
"Hari ini kelas intensif untuk mempromosikan UU Kebijakan Kekuatan Nuklir digelar untuk semua warga. Namun, banyak warga merespons kelas ini secara negatif," tutur salah satu warga Korut yang ogah disebut identitasnya, Rabu (14/9), seperti dikutip dari Radio Free Asia.
"Kelas-kelas akan diadakan setiap hari pekan ini di setiap institusi, perusahaan, dan wilayah," katanya lagi.
Ia menambahkan semua warga diwajibkan kelas tersebut selama sepekan.
"Kelas hari ini menekankan selama Kim Jong Un bernapas, kami harus yakin bahwa kemenangan akan datang," ucap warga tersebut.
Kelas itu juga ditujukan untuk meluruskan sejumlah rumor terkait UU Kebijakan Kekuatan Nuklir yang baru disahkan.
"Orang-orang membicarakan tentang UU baru itu disahkan karena pembicaraan dengan sejumlah negara untuk mendapat bantuan dana tanpa melucuti nuklir gagal," ujarnya.
Warga itu tidak memberikan rincian pembicaraan yang dimaksud. Namun, perundingan itu kemungkinan saat pertemuan Kim dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada 2018 dan 2019. Perundingan untuk membujuk Korut melakukan denuklirisasi pun disebut mengalami jalan buntu.
Para warga sendiri dikabarkan mulai tak peduli soal nuklir. Mereka lebih memikirkan masalah ekonomi yang terus membelit.
"Para warga saat ini sadar betul bahwa pembangunan dan pemilikan senjata nuklir sama sekali tak membantu kehidupan mereka. Dengan demikian kelas itu amat membuang waktu," kata warga tersebut.
"Mereka menuduh pemerintah sebagai paranoida, selalu membuat kesan bahwa AS benar-benar akan menyerang kami," tuturnya lagi.
(bac)